Jumat 25 Jun 2021 23:50 WIB

Isu Soal GeNose Ramai Dibicarakan, Adian Ikut Berkomentar

Kehadiran GeNose juga, kata dia, membawa dua sisi positif.

Calon penumpang kereta api melakukan tes GeNose C19, di Stasiun Kiaracondong, Kota Bandung, Jumat (11/6). Tes GeNose C19 hingga saat ini terus dilakukan PT KAI disetiap stasiun untuk calon penumpang jarak jauh sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Calon penumpang kereta api melakukan tes GeNose C19, di Stasiun Kiaracondong, Kota Bandung, Jumat (11/6). Tes GeNose C19 hingga saat ini terus dilakukan PT KAI disetiap stasiun untuk calon penumpang jarak jauh sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI, Adian Napitupulu, tidak sepakat jika lonjakan kasus Covid-19 di Tanah Air dikaitkan dengan akurasi alat deteksi Covid menggunakan napas buatan dalam negeri, GeNose C19 atau Gadjah Mada Electric Nose.

Adian menilai patut dipertanyakan beberapa desakan yang menginginkan penggunaan GeNose dihentikan. Sebab, menurut politikus PDIP tersebut, jika karena GeNose tidak akurat, seharusnya lonjakan kasus Covid-19 sudah terjadi 1-2 dua bulan lalu.

"Itu pernyataan yang berdasarkan data, rasa atau kepentingan? Menurut saya kalau berdasarkan data jika GeNose menjadi penyebab maka harusnya lonjakan Covid terjadi setidaknya satu atau dua bulan setelah Genose dipergunakan atau sekitar bulan Maret atau April 2021 bukan bulan Juni," kata Adian, Jumat (25/6).

"Nah faktanya bulan Maret dan April justru kasus Covid Indonesia justru pada titik terendah, landai sekali. Saya melihat mereka yang mengkambing hitamkan GeNose tanpa data bisa jadi hanya menduga duga. Hanya dapat dari “katanya” atau “infonya”, tanpa pegang data yang valid. Atau bisa juga bagian dari kelompok yang memiliki kepentingan politik maupun bisnis," kata dia melanjutkan.

Adian mengeklaim adanya GeNose merupakan bukti pemerintah hadir di tengah masyarakat. Terbukti, penggunaan GeNose digemari masyarakat karena tidak harus dicolok hidungnya seperti tes PCR atau antigen, harga tes GeNose pun terjangkau yakni berkisar Rp30 ribu.

Oleh karena itu, pria berusia 50 tahun tersebut menegaskan, menghentikan penggunaan GeNose akan melukai rakyat kecil yang harus tetap beraktivitas untuk mencari nafkah meskipun di masa pandemi.

"GeNose dengan harga yang terjangkau di bandingkan antigen menjadi bukti bahwa Negara hadir untuk semua Rakyat tidak hanya untuk si Kaya saja. GeNose diizinkan digunakan kan pasti ada prosesnya, apalagi dari Kemenkes juga sudah kasih izin," ucap Adian.

"Ketika GeNose ditiadakan, yang paling terpukul sebenarnya rakyat kecil juga, yang tetap harus beraktivitas untuk mencari nafkah. Berikutnya, perjalanan akan berbiaya tinggi dan mempengaruhi mobilitas manusia yang berikutnya bisa memukul perekonomian," klaim dia.

Kehadiran GeNose juga, kata dia, membawa dua sisi positif yakni bisa dijangkau oleh beragam kalangan dan di sisi lain membantu negara untuk melakukan identifikasi mereka yang terkena Covid-19 dengan cepat dan murah.

"Menghentikan penggunaan GeNose akan membuat kesehatan hanya menjadi milik orang orang kaya saja yang mampu membayar mahal hanya untuk tes saja. Sederhananya GeNose menjawab kebutuhan Rakyat dan Negara," kata dia menegaskan.

"Menurut saya baiknya GeNose maupun segala bentuk dan jenis alat tes lainnya di biarkan untuk di gunakan dengan catatan selama alat itu memenuhi standar," ucapnya menambahkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement