REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengutuk kegagalan global dalam penyaluran vaksin yang adil, Jumat (24/6). Negara-negara kaya membuka kembali kegiatan masyarakat dan memvaksinasi kaum muda yang tidak berisiko besar dari Covid-19, sementara negara-negara termiskin malah kekurangan dosis.
Situasi di Afrika, infeksi baru, dan kematian melonjak hampir 40 persen pekan lalu dibandingkan dengan pekan sebelumnya. Kondisi ini, menurut Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, sangat berbahaya karena varian Delta menyebar secara global.
"Dunia kita gagal, sebagai komunitas global kita gagal," kata Tedros dalam konferensi pers.
Tedros mengecam negara-negara yang tidak disebutkan namanya karena enggan berbagi dosis dengan negara-negara berpenghasilan rendah. Dia membandingkannya dengan krisis HIV/AIDS, ketika beberapa orang berpendapat bahwa negara-negara Afrika tidak dapat menggunakan perawatan yang rumit.
"Maksud saya sikap itu harus menjadi sesuatu dari masa lalu. Masalahnya sekarang adalah masalah pasokan, beri kami vaksin saja," kata Tedros.
"Perbedaannya adalah antara si kaya dan si miskin yang sekarang benar-benar mengekspos ketidakadilan dunia kita - ketidakadilan, ketidaksetaraan, mari kita hadapi itu," ujar Tedros.
Pakar darurat utama WHO Mike Ryan menyatakan banyak negara berkembang jauh lebih baik daripada negara-negara industri dalam melakukan vaksinasi massal terhadap populasi untuk penyakit menular dari kolera hingga polio. "Tingkat paternalisme, tingkat pola pikir kolonial yang mengatakan 'kami tidak bisa memberi Anda sesuatu karena kami takut Anda tidak akan menggunakannya'. Maksud saya serius, di tengah pandemi?" ujarnya.
COVAX, dijalankan bersama oleh aliansi vaksin GAVI dan WHO, telah mengirimkan 90 juta dosis vaksin Covid-19 ke 132 negara sejak Februari. Namun, aliansi ini menghadapi masalah pasokan besar sejak India menangguhkan ekspor vaksin.
“Kami melalui COVAX bulan ini nol dosis vaksin AstraZeneca, nol dosis vaksin SII (Serum Institute of India), nol dosis vaksin J&J Johnson & Johnson),” kata penasihat senior WHO Bruce Aylward menekankan situasi yang sangat buruk.