REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR — Malaysia mengusulkan amendemen hukum pidana syariah bagi pengguna media sosial yang mempromosikan gaya hidup LGBT dan menghina Islam. Langkah itu diambil setelah banyaknya unggahan tentang LGBT di media sosial untuk merayakan Pride Month yang jatuh pada bulan ini, Juni.
Amendemen itu mengusulkan pemberlakuan aturan dan hukuman yang lebih ketat untuk segala bentuk tindakan yang mempromosikan gaya hidup LGBT, termasuk di sosial media. Wakil Menteri Agama, Ahmad Marzuk Shaary, mengatakan, unggahan tersebut merupakan penghinaan terhadap Islam.
“Kami menemukan pihak-pihak tertentu mengunggah status dan gambar yang menghina Islam di media sosial dalam upaya mereka mempromosikan gaya hidup LGBT,” kata Ahmad yang dikutip di Business Times, Sabtu (26/6).
Menurut Ahmad, amendemen itu diusulkan agar memungkinkan pihak berwenang untuk mengambil tindakan terhadap semua Muslim yang menghina Islam dan membuat unggahan asusila. Ahmad juga mengatakan, pihaknya akan mengidentifikasi kendala yang dihadapi pihak berwenang dalam mengambil tindakan terhadap pelaku LGBT, menambahkan bahwa mereka berencana untuk mengembangkan pedoman untuk menangani pengaduan.
Adapun gugusan tugas yang dibentuk terdiri atas perwakilan dari Departemen Pengembangan Islam Malaysia, Kementerian Komunikasi dan Multimedia, Kejaksaan Agung, dan polisi.
Malaysia adalah rumah bagi lebih dari 32 juta penduduk, yang sebagian besar adalah Muslim dengan Muslim etnis Melayu membentuk sekitar 60 persen dari populasi. Malaysia memiliki sistem hukum jalur ganda di mana hukum pidana Islam dan hukum keluarga diterapkan bersama hukum perdata.
Malaysia telah menghadapi kritik internasional karena meningkatnya intoleransi terhadap komunitas LGBT. Pada 2019, pemerintah melakukan beberapa penangkapan setelah kelompok LGBT menghadiri pawai untuk Hari Perempuan Internasional. Tahun lalu, beberapa orang dijatuhi hukuman penjara karena terlibat dalam seks gay.