REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hadirnya jaringan generasi ke lima atau 5G, membuka banyak peluang baru di industri teknologi. Salah satunya, pemanfaatan teknologi augmented reality (AR) yang lebih luas lagi. AR merupakan integrasi informasi digital dengan lingkungan pengguna secara real time.
Tidak seperti realitas virtual atau virtual reality, yang menciptakan lingkungan yang sepenuhnya buatan, AR menggunakan lingkungan yang ada dan melapisi informasi baru di atasnya.
Dilansir dari WhatIs, Senin (21/6), aplikasi AR ditulis dalam program 3D khusus yang memungkinkan pengembang mengaitkan animasi atau informasi digital kontekstual dalam program komputer ke "penanda" AR di dunia nyata. Ketika aplikasi AR atau plug-in browser perangkat komputasi menerima informasi digital dari penanda yang dikenal, aplikasi akan mulai mengeksekusi kode penanda dan melapisi gambar yang benar atau banyak gambar.
Pada gelaran Huawei Better World Summit untuk 5G + AR, di Shenzen, Cina, pekan lalu, Huawei Carrier BG Chief Marketing Officer Bob Cai menyampaikan pidatonya bertajuk '5G + AR, Turning Dreams into Reality.' Dalam pidatonya, Cai menjelaskan, hadirnya 5G ke depan akan menghidupkan teknologi AR.
Begitu pula sebaliknya, AR juga akan semakin memantik gelora 5G. Menurut nya, selaras dengan temuan dari pihak ketiga, Huawei memprediksikan pasar AR nantinya akan menyentuh 300 miliar dolar Amerika Serikat (AS) pada 2025.
Pengadopsian AR pertama secara besarbesaran akan terlihat di lima industri prioritas, yakni edukasi, jejaring sosial, belanja, usaha perjalanan, dan navigasi, serta gim. "AR benar-benar akan menjadi pemampu terjadinya konvergensi antara dunia fisik dan digital, mewujudkan mimpi menjadi kenyataan," ujar Cai.
Selain itu, ia juga menyampaikan sejumlah studi kasus penerapan AR oleh Huawei. Pandemi Covid-19 yang melanda global saat ini, telah menghalangi pelanggan untuk berkunjung secara langsung ke lokasi-lokasi demo produk dan solusi Huawei.
Oleh karena itu, Huawei juga memanfaatkan teknologi AR untuk melakukan berbagai demonstrasi secara daring. Dalam kesempatan tersebut, Cai pun unjuk kebolehan Huawei dalam 'memproduksi' AR.
Salah satunya, Huawei Air Photo yang menggunakan algoritma unik untuk mengon versikan foto 2D menjadi model 3D digital. Cara ini dianggap mampu menyimplifikasikan pemodelan karakter AR dalam mode 3D.
Selain itu, ada pula solusi mutakhir Hua wei AR Engine, yakni sebuah platform untuk pengembangan teknologi AR yang dikembang kan oleh Huawei sendiri. Platform ini ber orientasi pada perangkat-perangkat bergerak.
Dengan Huawei AR Engine, pengembang hanya perlu me nu liskan 10 baris kode untuk membuat efek-efek AR. Dengan begitu, Cai mengungkapkan, para pengembang di masa mendatang akan memperoleh cara yang jauh lebih efisien untuk mengembangkan aplikasi-aplikasi AR.