REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direkrut Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan demokrasi di Indonesia seakan terus mengalami kemunduran. Salah satunya hadir dari timbulnya wacana untuk mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode, lewat perubahan amandemen.
"Ambang batas, wacana tiga periode ,apalagi pilpres ke MPR seluruhnya mencederai demokrasi. Dan kalau itu terjadi, Indonesia bisa terjerumus pada absolutisme kekuasaan seperti Orde Baru," ujar Usman dalam sebuah diskusi daring, Ahad (27/6).
Indikasi kemunduran demokrasi juga terlihat dari semakin minimnya ruang kritik untuk pemerintahan. Bahkan, peran oposisi terlihat lemah mengingat hampir seluruh elite partai politik berada dalam koalisi pemerintah.
"Kita telah melalui dua fase kemunduran demokrasi. Berkurangnya menyampaikan kritik di ruang publik, kedua, berkurangnya hak untuk menjadi oposisi partai politik," ujar Usman.
Demi mencegah demokrasi Indonesia yang semakin mundur, ia meminta semua pihak untuk lebih bersuara menyampaikan pendapatnya. Khususnya yang terkait dengan penambahan masa jabatan presiden.
"Komponen masyarakat sipil perlu menyampaikan secara tegas menolak tiga periode, maupun ambang batas," ujar Usman.
Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyatakan, 74 persen responden menilai masa jabatan presiden maksimal hanya dua kali periode sesuai ketentuan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 harus dipertahankan. Hanya 13 persen masyarakat menyatakan ketentuan tersebut harus diubah, dan sisanya tidak menjawab.
"74 persen mengatakan harus dipertahankan, artinya ya sudah begitu saja, memang hanya dua kali saja dan masing-masing lima tahun," ujar Direktur Komunikasi SMRC Ade Armando dalam rilis survei secara daring, Ahad (20/6).