Senin 28 Jun 2021 08:32 WIB

INW Minta KY Selidiki Batalnya Vonis Mati 8 Bandar Narkoba

INW mengecam keras anulir vonis mati terhadap 8 bandar narkoba

INW mengecam keras anulir vonis mati terhadap 8 bandar narkoba. Narkoba (ilustrasi)
Foto: Republika/Yasin Habibi
INW mengecam keras anulir vonis mati terhadap 8 bandar narkoba. Narkoba (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA— Masih dalam suasana memeringati Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) yang jatuh pada 26 Juni 2021, sindikat narkoba internasional telah memberikan "kado" memalukan bagi dunia peradilan Indonesia.

Pengadilan Tinggi (PT) Banten dan keputusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang menganulir putusan vonis mati terhadap delapan terpidana mati terdakwa kasus penyeludupan narkoba. Indonesia Narcotic Watch (INW) pun mengecam keras atas keputusan tersebut.   

Baca Juga

Ketua INW, Budi Tanjung, mengatakan keputusan kedua pengadilan tinggi tersebut menunjukkan betapa dunia peradilan dan supremasi hukum di Indonesia masih sangat buruk dan jauh dari nawacita Presiden Joko Widodo.  

"Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat dan Pengadilan Tinggi Banten tersebut sangat-sangat memalukan dan melukai hati rakyat. Putusan ini juga merupakan tamparan keras dan penghinaan berat terhadap instruksi Presiden Jokowi agar pelaku kejahatan narkoba dihukum seberat-beratnya," kata dia dalam keterangannya, Senin (28/6). 

Dia mengatakan, seperti banyak kasus yang terjadi baik di luar maupun di dalam negeri, bahwa para sindikat narkoba akan melakukan segala macam cara untuk melancarkan bisnis haramnya. Terutama menyuap para penegak hukum.  

Oleh karena itu, kata dia, INW meminta Komisi Yudisial segera memeriksa semua majelis hakim termasuk panitera Pengadilan Tinggi Jawa Barat dan Pengadikan Tinggi Banten yang menyidangkan perkara tersebut. 

INW juga meminta PPATK untuk menelusuri aliran dana yang masuk ke rekening para hakim, keluarga dan orang-orang dekatnya.

"INW mendunga kuat ada permainan atau dugaan suap di balik perubahan putusan vonis mati menjadi 20 tahun. Bila perlu audit dan telusuri asal usul aset dan kekayaan para hakim dan paniteranya,"

Dia menegaskan, kejahatan narkoba termasuk salah satu kejahatan eksra ordinary crime. Sehingga penanganannya juga tentu harus ekstra serius dan lebih keras. Selama ini upaya pemberantasan narkoba di Indonesia terkesan hanya sekedar retorika belaka.  

"Anggaran pemberantasan narkoba yang begitu besar hanya terbuang sia-sia dan nyaris tanpa hasil. Buat apa koar-koar soal komitmen penegakan hukum, tapi kenyataannya masih banyak aparat penegak hukum masih bisa dibeli  para bandar dan sindikat narkoba. Artinya hukum di negeri ini belum mampu menimbulkan efek jera," tutur dia.   

Menurut dia, jika dalam pemeriksaan nanti para hakim yang menangani perkara tersebut ditemukan indikasi pelanggaran, INW meminta agar mereka yang terbukti bersalah agar dipecat dan diberikan sangsi hukum yang lebih berat. 

"Tidak cukup dipecat tapi harus dihukum lebih berat karena mereka jauh lebih berbahaya dari para bandar narkoba," ujar dia, 

Seringkali, menurut Budi, masalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) menjadi alasan ataupun pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan di pengadilan. INW sendiri sangat mendukung penegakan HAM. Namun khusus dalam kasus narkoba sebagai kejahatan ekstra ordinary crime, apalagi kasus dengan kategori skala besar, harusnya hakim membuat pengecualian. 

"Lebih baik mengeksekusi mati satu atau dua orang bandar besar narkoba dari pada menjatuhkan vonis ringan terhadap bandar,  dengan membiarkan jutaan manusia yang mati akibat narkoba yang dijual oleh si bandar," kata dia menyarankan.

DI sisi lain, INW menaruh prihatin terhadap pihak kepolisian khususnya terhadap Satgas Merah Putih yang telah bersusah payah mengungkap dan membongkar dua sindikat besar narkoba jaringan internasional tersebut.  

Meski demikian, INW berharap agar putusan kontroversi kedua pengadilan tinggi tersebut tidak mengendorkan komitmen jajaran kepolisian maupun Badan Narkotika Nasional dalam upaya memberantas peredaran dan kejahata narkoba. 

"Tingginya daya juang kepolisian serta besarnya anggaran dalam memberantas narkoba tapi tidak direspon maksimal oleh pengadilan dan penegak hukum lainnya," kata dia.  

Dalam kesempatan ini INW juga mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mempercepat pembentukan Kampung Tangguh Narkoba (KTN) yang baru-baru ini digagas.  

"Keberadaan KTN ini nantinya harus dibarengi dengan berbagai konsep kreatif yang bersifat pencegahan peredaran dan kejahatan narkoba di tiap-tiap kepolisian daerah," ujar dia. 

INW juga meminta Presiden menyatukan komitmen para lembaga penegak hukum menghadapi kasus narkoba sebagai musuh bersama.  

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement