Senin 28 Jun 2021 13:47 WIB

42 Orang Jadi Korban Serangan Buaya di Kotawaringan Timur

Serangan buaya umumnya terjadi saat hari sudah gelap.

Buaya
Foto: AP/David McFadden
Buaya

REPUBLIKA.CO.ID, SAMPIT -- Korban serangan buaya di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah sudah mencapai 42 orang . Nahkan enam orang di antaranya meninggal dunia.

"Dari tahun 2010 sampai 2021 ini dugaan serangan buaya kepada manusia sebanyak 42 kali. Serangan itu mengakibatkan 26 orang terluka dan 6 orang meninggal, sedangkan sisanya tidak sampai terluka," kata Komandan Jaga Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah Pos Sampit, Muriansyah di Sampit, Senin.

Baca Juga

Muriansyah menjelaskan, serangan buaya terjadi umumnya saat hari sudah gelap. Saat itu  mayoritas korban beraktivitas di sungai dan tidak menyadari kemunculan buaya yang kemudian menyambar mereka.

"Dari kasus yang terjadi, hampir 90 persen kejadian serangan terjadi pada waktu malam hingga subuh. Namun ada pula serangan buaya yang terjadi saat siang hari," jelasnya.

Jika dirinci, 34 serangan terjadi ketika warga melaksanakan aktivitas mandi, mencuci atau buang air di tepi sungai. Kemudian saat mencari kerang atau udang sebanyak enam kasus, ketia menghanyutkan rotan sebanyak satu kasus, dan satu lannya ketika korban terjatuh ke sungai.

Lokasi serangan buaya terjadi di Kecamatan Mentaya Hilir Selatan sebanyak 13 kali, Teluk Sampit 11 kali, Seranau delapan kali, Pulau Hanaut tiga kali, Cempaga tiga kali, Mentaya Hilir Utara dua kali dan Mentawa Baru Ketapang dua kali.

Hasil evaluasi, kata Muriansyah, ketika habitat aslinya rusak dan mengalami penurunan pakan alami, buaya akan mencari wilayah baru untuk mencari makan. Buaya sampai ke perairan permukiman dikarenakan adanya aktivitas pemeliharaan ternak di atas sungai atau di tepi sungai, serta pembuangan sampah rumah tangga dan bangkai binatang ke sungai.

Adapun kerusakan habitat buaya bisa dipengaruhi beberapa faktor, termasuk dampak pembuatan irigasi atau kanal untuk perkebunan maupun untuk ladang dan permukiman."Danau dan rawa yang ada di sekitar lokasi tersebut banyak yang kering sehingga makhluk hidup yang ada di danau atau rawa akhirnya turun semua ke daerah muara, terkumpul di Sungai Mentaya. Belum lagi ditambah pakan alaminya yaitu ikan dan udang yang makin sulit didapat akibat kegiatan ilegal yakni setrum dan diracun," ujar Muriansyah.

Beberapa langkah mitigasi konflik juga sudah dilakukan BKSDA Kalteng terhadap konflik buaya muara maupun senyolong dengan manusia di Kabupaten Kotawaringin Timur, khususnya mencegah serangan buaya terus berulang.Langkah yang dilakukan yaitu pemetaan daerah-daerah rawan konflik, memberikan imbauan langsung atau anjangsana kepada warga yang tinggal di daerah-daerah rawan konflik atau serangan.

BKSDA juga melakukan patroli bersama dengan Ditpolair Polda Kalteng, memasang plang imbauan atau peringatan, observasi ke daerah-daerah rawan konflik untuk mengumpulkan informasi dan data awal penyebab buaya memasuki perairan sekitar pemukiman dan menyerang manusia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement