Senin 28 Jun 2021 13:56 WIB

Sri Mulyani: Rasio Pajak Indonesia tak Tumbuh Sejak 1998

Rendahnya kepatuhan pajak ikut mempengaruhi rendahnya rasio pajak.

Rep: Novita Intan/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyebut sejak 1998 sampai 2020 rasio pajak atau tax ratio Indonesia tidak mengalami pertumbuhan signifikan. Hal ini disebabkan dari informalitas yang tinggi di dalam perekonomian Indonesia hingga masih rendahnya kepatuhan pajak.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan minimnya rasio pajak juga tidak sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita yang mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. “Masih banyak pelaku ekonomi yang belum masuk di dalam sistem, dan juga adanya pemberian berbagai insentif fasilitas perpajakan yang kemudian menggerus penerimaan perpajakan, juga penyebab rasio pajak tidak mengalami pertumbuhan berarti,” ujarnya saat rapat kerja bersama Komisi XI mengenai RUU KUP secara virtual, Senin (28/6).

Baca Juga

Sri Mulyani menjelaskan kontribusi pajak relatif rendah berasal dari sektor pertanian dan konstruksi serta real estate. Hal itu adanya kebijakan exemption dan rezim pajak final. “Kinerja pajak sektor manufaktur juga menurun dalam beberapa tahun terakhir, namun sektor perdagangan kinerjanya meningkat. Lalu, rasio pajak sektor manufaktur cenderung turun, namun masih relatif tinggi,” ungkapnya.

Maka itu Sri Mulyani mengungkapkan pentingnya reformasi perpajakan untuk menuju pajak yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel. “Kita juga berkepentingan untuk menjaga instrumen APBN sebagai instrumen yang sehat dan berkelanjutan, penerimaan negara diupayakan selalu memadai, sehingga menciptakan kapasitas fiskal yang memadai juga," ucapnya.

Ia melanjutkan, APBN yang sehat juga harus rendah risiko dan memiliki rasio utang terjaga. Alhasil, APBN yang sehat akan mendorong investasi dan penciptaan lapangan kerja serta kemudahan berusaha sehingga berujung pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Reformasi pajak mencakup dua bagian, yaitu reformasi kebijakan dan reformasi administrasi. Di dalam reformasi kebijakan, yang dilakukan ialah memperluas basis pajak, menjawab tantangan competitiveness, insentif yang terukur, efisien dan adaptif serta fokus pada sektor bernilai tambah tinggi dan menyerap tenaga kerja. "Lalu reformasi kebijakan juga harus mengurangi distorsi dan exemption berlebihan dan memperbaiki progresivitas pajak,” ucapnya.

Dari sisi reformasi administrasi, pelaksanaannya harus simpel dan efisien, menjamin kepastian hukum perpajakan, data dan informasi dikelola secara optimal, melakukan adaptasi terhadap perkembangan struktur ekonomi, mengikuti tren dan best practices secara global dan meningkatkan kepatuhan pajak.

Best Regards,

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement