REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana melakukan reformasi perpajakan untuk menurunkan tax gap ke level yang relatif normal. Hal ini mengingat pada 2019 tax gap Indonesia masih berada di atas normal yakni di level 8,5 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan secara normal tax gap yang terjadi di negara-negara seperti OECD dan negara maju lainnya sekitar 3,6 persen. Jika sudah berada kisaran itu, maka bisa disebut normal.
"Dan normal tax gap yang terjadi di negara-negara lain sebesar 3,6 persen. Maka itu, Indonesia sebetulnya terdapat potensi tax gap yang harus kita kurangi sebesar mendekati lima persen dari GDP," ujarnya saat rapat kerja bersama Komisi XI mengenai RUU KUP secara virtual, Senin (28/6).
Tax gap merupakan kesenjangan antara potensi pajak dan penerimaan yang diperoleh negara.
Sri Mulyani menganggap penurunan tax gap bisa terjadi apabila perpajakan dipatuhi 100 persen. Ia mencontohkan perlakuan pajak terhadap semua sektor adalah sama, tidak ada insentif, fasilitas ataupun perbedaan tarif. Serta tidak terdapat exemption threshold atau penghasilan tidak kena pajak (PTKP)
Oleh karena itu, dia memandang hal ini perlu dibicarakan lebih lanjut kepada DPR untuk bagaimana nantinya reformasi perpajakan akan dijalankan, sehingga kesenjangan pajak di Indonesia bisa segera masuk level normal.
"Inilah yang kita ingin letakkan di dalam pondasi reform perpajakan di depan para anggota DPR Komisi XI, bersama-sama membahas bagaimana fondasi ekonomi Indonesia bisa mendekatkan Indonesia kepada praktek-praktek yang terjadi secara global,” ucapnya. “Sambil tetap melindungi kepentingan bangsa dan negara serta perekonomian kita. Dan tetap memihak kepada kelompok yang lemah," ucapnya.