REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebentar lagi umat Muslim akan melalui Hari Idul Adha. Muslim yang telah memiliki kemampuan sudah sepatutnya ikut berqurban sebagai wujud ketakwaannya dalam menjalankan perintah Allah SWT yang tidak bisa diprotes itu karena sifatnya yang taukifi.
Dosen Pascasarjana Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ustadz Hari Susanto menjelaskan Allah SWT mensyariatkan ibadah qurban sebagai bentuk ketundukan para hamba-Nya, sebagaimana ayat 2 Surah Al-Kautsar, dan juga berdasarkan sunnah Rasulullah SAW.
Pengajar fiqih muamalah kontemporer di FDI UIN Jakarta itu menyampaikan, berqurban merupakan upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Berqurban termasuk ibadah mahdhah dan bersifat taukifi (ibadah yang ketentuannya telah ditentukan dan tidak bisa diubah). Alhasil, umat Muslim hanya melaksanakan dan tidak berhak mempertanyakan mengapa perlu melakukannya.
"Tentu dalam Islam, berkurban itu tidak hanya menyembelih hewan. Banyak ritual lain, seperti zakat dan infak di mana seorang hamba berkorban dengan dengan harta. Juga jihad, yang berkorban dengan jiwa. Sedangkan berqurban, ini bagian dari pengorbanan kita agar dekat kepada Allah SWT, tunduk kepada Allah SWT," tutur dia kepada Republika.co.id, Senin (28/6).
Hikmah dari berqurban, kata Ustadz Hari, adalah memperbaiki akhlak buruk manusia, yaitu bakhil atau kikir. Islam datang dengan syariatnya agar manusia berkurban dan peduli sesama manusia melalui hartanya agar terbebas dari sifat kikir.
Tak hanya itu, berqurban juga mengingatkan pada Nabi Ibrahim yang dengan gigih berdakwah. Nabi Ibrahim juga menjadi gambaran orang yang menjalankan perintah Allah SWT. Tidak ada kata kecuali sami'na wa 'atho'na (aku dengar dan aku taati).
Hikmah lain berqurban, yaitu menunjukkan Islam datang bukan dengan cara yang mudah. Prosesnya penuh pengorbanan yang dilakukan oleh para nabi, dari Nabi Ibrahim sampai Nabi Muhammad sampai kepada para sahabat lalu sampai kepada umat Islam saat ini.
"Itulah semangat yang dibawa ibadah qurban yaitu agar kita senantiasa melestarikan agama ini meski kita harus berkorban dengan harta, jiwa dan raga," tutur pria yang juga dosen tetap di pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor itu.