REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara DPP Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Muhammad Rahmad, menjawab tudingan kubu AHY yang menyebut bahwa Moeldoko gila kekuasaan. Rahmad memandang sebaliknya, justru kubu AHY yang dinilai gila kekuasaan, memalukan dan menyedihkan.
"Memanipulasi AD/ART diluar kongres, dan memanipulasi pendiri Partai Demokrat kemudian mendaftarkannya ke Kemenkumham adalah perbuatan gila kekuasaan, memalukan dan menyedihkan yang dilakukan kubu AHY," kata Rahmad dalam keterangan tertulis, Senin (28/6).
Rahmad mengatakan, kubu AHY juga dinilai telah mengkhianati slogan Partai Demokrat yang selalu didengung-dengungkan SBY ketika partai ini berkuasa, yaitu Bersih-Cerdas-Santun. Menurutnya DPP Partai Demokrat kubu AHY telah dikuasai oleh orang orang tidak mengerti cara mentaati hukum, yang tidak mengerti etika kesantunan berbicara, dan arogansi kekuasaan.
"Tidak heran jika Partai Demokrat ini semakin ditinggalkan rakyat," ucapnya.
Rahmad menilai DPP Partai Demokrat kubu AHY juga telah melupakan warisan Presiden SBY yang meletakkan supremasi hukum diatas kepentingan semua pihak. Pengadilan Tata Usaha Negara disiapkan negara untuk instrumen menciptakan good governance yang dijamin oleh Undang-undang.
"Moeldoko justru memberikan contoh yang baik dan benar bagaimana cara menata supremasi hukum dalam good governance pemerintahan Presiden Jokowi," ungkapnya.
Selain itu, Rahmad juga mengklaim bahwa DPP Partai Demokrat KLB Deli Serdang memiliki legal standing yang kuat, dan memiliki Akta Notaris yang dijamin keabsahannya oleh negara dan Undang undang. Ia menuturkan penolakan oleh Menkumham adalah soal kelengkapan administrasi yang belum lengkap, sementara menurut kubu Moeldoko pihaknya sudah melengkapi sesuai ketentuan Undang-undang yang berlaku.
"Perbedaan cara melihat kelengkapan administrasi tersebut, disiapkan ruang dan hak oleh negara untuk mengujinya di Pengadilan Tata Usaha Negara. Ruang dan hak itulah yang digunakan Moeldoko sebagai warga negara yang sangat mengerti dan mentaati hukum," ucapnya.
"Jika PTUN nanti memutuskan kubu Moeldoko yang menang dan kubu AHY kalah, maka DPP Partai Demokrat akan dipimpin oleh Moeldoko, bukan lagi AHY. Itulah aturan main hukum yang harus kita hormati dan taati bersama," imbuhnya.
Kubu Moeldoko meminta agar DPP Partai Demokrat kubu AHY tidak perlu panik dan kehilangan akal sehat. Ia juga mengimbau agar kubu AHY jangan kemudian kehilangan akal sehat, kehilangan kecerdasan dan kesantunan jika takut kalah di PTUN.
"Ikuti saja proses hukum yang sedang berjalan. Jangan pula kemudian menuduh nuduh dan menebar fitnah," tuturnya.
Sebelumnya Partai Demokrat kubu AHY mengecam keras langkah kubu Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang mengajukan gugatan kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) atas hasil KLB Partai Demokrat Deli Serdang ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Deputi Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, menilai langkah tersebut sebagai wujud nyata 'gila kekuasaan'.
"Selain tak punya legal standing untuk mengatasnamakan atau membawa-bawa Partai Demokrat, apalagi sebagai Kepala KSP tindakannya ini mempertontonkan bentuk insubordinasi atas keputusan pemerintah yang telah diambil secara sah berdasarkan undang-undang untuk menolak hasil KLB abal-abal, dan tetap mengakui hasil Kongres V Jakarta 2020 yang sebelumnya telah disahkan pemerintah," kata Kamhar dalam keterangan tertulisnya, Ahad (27/6).