REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman sedang melakukan persiapan-persiapan untuk mendirikan rumah sakit darurat. Hal itu merupakan salah satu solusi yang dipersiapkan untuk mengatasi ledakan kasus covid yang juga terjadi di Sleman.
Kepala Dinkes Sleman, Joko Hastaryo mengatakan, 5.587 kasus sepanjang Juni 2021 memang membuat mereka kewalahan untuk menangani lonjakan pasien. Apalagi, tidak ada satupun RS yang mengurangi kapasitas, bahkan beberapa melakukan penambahan.
Selain itu, penambahan kapasitas dilakukan shelter-shelter isolasi covid yang ada seperti Asrama Haji, Rusunawa Gemawang dan Shelter UII. Meski begitu, ia mengakui, kapasitas yang ada belum cukup menampung jumlah pasien yang melonjak.
"Memang harus diakui kenyataannya banyak pasien yang belum bisa ditampung," kata Joko, Senin (28/6).
Ia membenarkan, pendirian rumah sakit darurat memang menjadi salah satu solusi yang rencananya akan dilakukan. Tapi, Joko menyebut, semua masih dalam proses mengingat untuk penanganan pasien covid membutuhkan sangat banyak elemen RS.
"Kemarin memang kita sedang kencang-kencang mendirikan rumah sakit darurat, tapi memang sedang proses. Kita belum berani menginformasikan karena banyak yang masih harus dipertimbangkan," ujar Joko.
Joko berharap, proses itu tidak berlangsung lama dan pendirian rumah sakit darurat bisa segera direalisasikan. Sebab, saat ini Sleman masih termasuk kabupaten yang penanganan covid-nya masih saling kejar dengan kasus positif.
Meski begitu, ia mengingatkan, pendirian rumah sakit darurat membutuhkan pendanaan. Namun, Joko bersyukur, komunikasi ke Sekda Sleman sudah mendapat lampu hijau, sehingga tinggal rekrutmen sumber daya manusia dan kecukupan alat.
Ketua Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi) DIY, Darwito menilai, sebanyak apapun jumlah tempat tidur disediakan RS kalau pasokan pasien dari masyarakat terus mengalir tidak cukup. Karenanya, ia meminta masyarakat mengambil peran.
Mulai dari taat protokol kesehatan sampai membangun kesadaran untuk mendirikan shelter isolasi di desa-desa. Sehingga, masyarakat desa yang positif covid dengan gejala ringan bisa langsung melakukan isolasi di shelter tersebut.
"Bukan semua langsung kirim ke rumah sakit. Kalau saat itu gejalanya berat bawa ke RS, kalau sudah ringan kembalikan ke shelter isolasi di desa-desa, sehingga mengurangi arus ke RS, jadi RS hanya untuk gejala sedang dan berat," kata Darwito.
Ia mengingatkan, pandemi ini merupakan perang semesta yang semua orang harus mengambil peran melakukan penanganan. Menurut Darwito, sulit jika masyarakat tidak mau berperan dan hanya mengandalkan tenaga medis yang terus berguguran.