Senin 28 Jun 2021 22:05 WIB

PDPI: Serius Hadapi Pandemi Jika tak Ingin Seperti India

PDPI mengingatkan bahaya varian Delta yang bahkan bisa menurunkan efikasi vaksin.

Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan Jakarta Erlina Burhan saat sesi foto untuk Tokoh Perubahan Republika 2020 di Jakarta.
Foto: Republika/Prayogi
Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan Jakarta Erlina Burhan saat sesi foto untuk Tokoh Perubahan Republika 2020 di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Pusat, Erlina Burhan meminta semua pihak serius menangani pandemi Covid-19. Keseriusan semua pihak diperlukan agar kondisi pandemi di Indonesia tak mengarah ke kejadian seperti di India baru-baru ini.

"Perlu serius menanganinya agar tidak mengarah seperti situasi pandemi di India," katanya saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (28/6).

Baca Juga

Menurut dokter paru di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta Timur itu sejumlah varian baru SARS-CoV-2 yang India, saat ini seluruhnya telah ada di Indonesia. Salah satunya adalah varian Delta yang memiliki karakteristik lebih cepat menular serta membuat pasien mengalami kesakitan yang lebih parah dari virus terdahulunya, bahkan sanggup menurunkan efikasi vaksin.

"Salah satu yang menonjol dari Delta ini adalah gejala bersin, flu, batuk dan pilek. Kalau pasien bersin, droplet-nya jatuh dan ada aerosol saat bersin. Kalau orang tidak pakai masker dan lewat di tempat pasien habis bersin, bisa terhirup udara mengandung Covid-19," katanya.

Erlina mengatakan, saat ini sedang terjadi peningkatan persebaran SARS-CoV-2 dan SARS-CoV-2 varian baru lainnya seperti D614G, dan P1. Risiko lainnya, kata Erlina, adalah cakupan imunisasi di Indonesia yang masih di bawah 10 persen dari target sasaran.

"Harusnya 180 juta yang tervaksin sekarang. Tapi belum sampai 13 juta yang dosis lengkap. Masih banyak yang rentan tertular dan ditambah Delta," katanya.

Erlina mengatakan, situasi testing Covid-19 di Indonesia masih kalah dengan kemampuan India. "Tapi mereka (India) masuk dalam kategori kondisi kolaps (pelayanan rumah sakit). Jika kemampuan testing dan tracing Indonesia rendah, maka kita bisa saja dihadapkan pada situasi seperti di India," katanya.

Secara terpisah, Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Tjandra Yoga Aditama mengatakan, Indonesia melakukan tes dalam jumlah yang memadai. "Sebagai perbandingan saja, India juga menaikkan jumlah tesnya sampai 2 juta tes sehari, 10 kali lipat lebih tinggi dari rekomendasi WHO," katanya.

Yang juga patut digaris bawahi, kata Tjandra, adalah angka kepositifan Covid-19 di India pada Mei 2021 lebih dari 20 persen dan sudah menurun tajam hingga sekitar 3 persen pada saat ini. "Jumlah tes di Indonesia menurut laporan 26 Juni 2021 adalah 98.274 orang, sementara kita tahu penduduk kita kurang lebih seperempat penduduk India," katanya.

Berdasarkan data laporan pada Sabtu (26/6) menunjukkan angka kepositifan di Indonesia mencapai 19,8 persen. "Tetapi kalau melihat kepositifan berdasar tes PCR adalah amat tinggi yaitu 37 persen dan kepositifan berdasar tes antigen hanya 1 persen saja," katanya.

photo
Gejala Covid-19 terkait varian Delta. - (Republika)

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement