REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan usaha milik daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta, yaitu PT Jakarta Propertindo (Jakpro) menyatakan, pembangunan intermediate treatment facility (ITF) atau fasilitas pengelolaan sampah antara (FPSA) bukan seaedar investasi, tetapi juga penugasan dari negara.
Direktur Pengembangan Bisnis Jakpro, Hanief Arie Setianto mengatakan, problem mundurnya perusahaan pembangkit listrik asing dari proyek strategis daerah itu tidak mengubah apapun. Hal itu karena Jakpro berkomitmen untuk terus melanjutkan proyek tersebut.
"Pembangunan ITF ini bukan semata proyek investasi, tapi ini adalah sebuah penugasan. Karena itu, penugasan itu harus ditunaikan," ujar Hanief dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Senin (28/6).
Dia mengatakan, langkah Jakpro konsisten dengan yang menjadi keinginan dan rencana kerja dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dalam membangun pengolahan sampah di dua lokasi yang ditugaskan kepada Jakpro. Sedangkan dua lainnya diberikan penugasan kepada BUMD DKI lainnya, yaitu Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Hanief mengatakan, dua proyek yang dikerjakan Jakpro, yaitu pertama ITF Sunter untuk mengolah sampah sebagian dari Jakarta Utara dan sedikit dari Jakarta Pusat dan Jakarta Timur. Kemudian FPSA wilayah barat untuk mengolah sampah dari Jakarta Barat.
Hanief mengatakan, mundurnya perusahaan asing, Fortum Power Heat and Oy tidak bisa menghentikan proyek ITF. Pasalnya, fasilitas pengolahan sampah ramah lingkungan tersebut menjadi kebutuhan Pemprov DKI saat ini.
Hal itu mengingat Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, desainnya hanya diperuntukkan selama 30 tahun. Kapasitas Bantargebang dipandang hanya maksimal penggunaannya dalam satu sampai dua tahun lagi.
"Itu sebabnya kemudian dipandang perlu bagi DKI Jakarta untuk memiliki pengolahan sampah," kata Hanief. Dia menambahkan, mundurnya perusahaan pembangkit listrik asal Finlandia itu semata memperhitungkan situasi pandemi Covid-19 pada awal 2020.