REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Qatar Petroleum berencana menerbitkan obligasi untuk mendanai proyek gas alam. Obligasi bertenor lima, 10, 20 dan 30 tahun ini kabarnya akan menjadi penjualan obligasi korporasi terbesar pada tahun ini.
Dilansir Bloomberg, Selasa (29/6), perusahaan minyak milik negara Qatar tersebut sedang mengumpulkan dana sebesar 10 miliar dolar AS atau setara Rp 143 triliun. Dana itu akan membantu Qatar memompa lebih banyak gas dari North Field.
Qatar berencana untuk menghabiskan 29 miliar dolar AS untuk meningkatkan produksi gas alam cair atau LNG menjadi 110 juta ton per tahun pada tahun 2027. Saat ini, kapasitas produksinya baru mencapai 77 juta ton per tahun.
Ekspansi ini memungkinkan Qatar memperkuat dominasinya di pasar global. Selain itu, ekspansi diyakini mampu membuat Qatar bersaing dengan negara eksportir lainnya seperti Amerika Serikat dan Australia.
Qatar mengandalkan permintaan yang meningkat dalam beberapa dekade mendatang. Qatar Petroleum memperkirakan permintaan LNG akan tumbuh 3,6 persen per tahun hingga 2040.
“Mesin pertumbuhan permintaan LNG global akan bergeser dari pasar yang matang di Asia Timur Laut dalam jangka pendek ke ekonomi yang berkembang pesat di Asia Selatan dan Tenggara dalam jangka panjang,” kata Qatar Petroleum.
Perusahaan memperoleh laba setelah pajak sebesar 4,9 miliar dolar AS pada kuartal pertama tahun ini. Angka tersebut meningkat dibanding periode yang sama tahun lalu karena pembukaan kembali aktivitas ekonomi di tengah pandemi Covid-19.
Pemerintah Qatar sendiri tidak perlu kembali ke pasar utang dalam waktu dekat. Menteri Keuangan Qatar, Ali Al Kuwari, mengatakan akan memilih untuk mengambil keuntungan dari suku bunga rendah di AS dan Eropa, yang membuatnya lebih murah untuk diterbitkan dalam dolar AS dan euro.