REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dadang Kurnia, Lintar Satria, Indira Rezkisari, Antara
Varian Delta yang pertama teridentifikasi di India, kini sudah ditemukan di setidaknya 92 negara di dunia. Pakar epidemiologi China, Prof Zhong Nanshan, dalam opininya yang dimuat sejumlah media di China, Senin (28/6), mengatakan masa inkubasi Covid-19 varian Delta tidak sepanjang varian-varian sebelumnya.
Dengan begitu, menurut dia, bentuk pencegahannya tidak memerlukan karantina dalam waktu yang lebih lama. Upaya terpenting dari mencegah varian Delta adalah melakukan tes lebih sering, kata Prof Zhong.
Pernyataan Zhong juga mengatakan bahwa ada perbedaan definisi kontak dekat antara Covid-19 varian sebelumnya dan varian Delta. Jika varian sebelumnya, kontak dekat merujuk pada orang yang tinggal bersama dalam kantor yang sama, keluarga, ruang pertemuan, atau makan bersama dalam jarak satu meter.
"Namun, kontak dekat dalam definisi baru (varian Delta) adalah merujuk pada orang yang tinggal di satu ruang/perusahaan/gedung, juga bersama orang yang terinfeksi empat hari sebelum mengalami gejala penyakit," ujar profesor yang pertama kali berpendapat masa inkubasi Covid-19 selama 14 hari itu.
Menjawab pertanyaan mengenai masa karantina bagi para pengguna penerbangan internasional yang memasuki wilayah daratan China, Zhong menjawab tidak memerlukan waktu lebih lama seperti varian sebelumnya. "Oleh karena secara umum masa inkubasinya tidak lebih panjang, maka masa karantina juga tidak perlu lama. Justru, yang efektif adalah meningkatkan frekuensi tesnya," ujar Direktur Pusat Penelitian Klinik Medis Penyakit Pernapasan Menular Nasional China itu.
Pendapat Zhong tersebut berdasarkan penelitian atas ditemukannya beberapa kasus varian Delta di Provinsi Guangdong, wilayah selatan China yang menerima kedatangan 90 persen pengguna penerbangan internasional.
Saat ini, dikutip dari laman Guardian, Selasa (29/6), varian Delta dikategorikan sebagai varian Covid-19 yang paling kuat karena memiliki kemampuan memangsa yang lemah, terutama di area dengan laju vaksinasi rendah.
Kewaspadaan ekstra terhadap varian Delta terjadi saat peneliti di Australia menemukan indikasi mudahnya varian Delta menyebar. Berdasarkan rekaman CCTV, pejabat kesehatan menduga varian Delta dengan mudahnya menyebar hanya dalam waktu lima hingga 10 detik antara antara orang yang berpapasan di area indoor di sebuah tempat belanja di Sydney.
Ketika itu Sydney tidak menerapkan keharuskan penggunaan masker. Orang-orang yang berpapasan juga kemungkinan belum divaksinasi karena kurang dari lima persen populasi Australia sudah divaksin dua dosis.
Dari kasus di Sydney Australia, jelas bahwa varian Delta memiliki kemampuan menular yang besar, masalahnya belum ada penelitian yang bisa mengungkap alasannya mengapa. Prof Catherine Noakes, anggota Scientific Advisory Group for Emergencies (Sage) Inggris serta pakar penyakit yang menular di udara dari Universitas Leeds, menyarankan tiga kemungkinan.
Pertama, orang yang menularkan memiliki viral load yang lebih besar atau artinya mereka mungkin menyebarkan lebih banyak partikel virus, seperti terjadi pada mereka yang terinfeksi varian Delta.
Kedua, masyarakat harus dibatasi paparannya dari virus agar tidak terinfeksi. Ketiga, hanya dibutuhkan waktu singkat agar bagi orang yang terinfeksi untuk menyebarkan penyakitnya.
Kata Noakes, sangat mungkin seseorang terinfeksi hanya dengan berdekatan dengan carrier virus meski untuk waktu sekian detik saja, terutama bila pembawa virus mengeluarkan banyak partikel virus dan orang lain bernapas di udara yang sama tersebut.
"Tapi, bukan berarti itu adalah cara virus bertransmisi untuk semua orang. Itu mungkin hanya terjadi ke mereka yang sedang tidak beruntung," ujarnya menambahkan.
Berkaitan dengan varian Delta, WHO mendorong masyarakat yang sudah divaksin penuh untuk menjaga bersikap aman dengan mengenakan masker, menjaga jarak, dan menerapkan langkah protokol kesehatan lainnya. Varian Delta memang mengubah lagi cara hidup masyarakat.
Israel yang sudah 55 persen populasinya divaksin dosis penuh, kembali menetapkan aturan kewajiban bermasker sejak akhir pekan lalu. Aturan itu diharapkan bisa melawan varian Delta.
Lonjakan kasus di Israel terjadi pekan lalu mengakibatkan klaster dari dua sekolah. Pemberian vaksin juga diperluas hingga ke anak usia 12 tahun meski jumlah vaksinasi ke anak masih tergolong rendah cakupannya.
Noakes mengatakan, kenaikan kasus di Israel belum menjadikan kondisi rumah sakit dan kematian meningkat parah. Kebijakan mewajibkan masker dilihat Noakes sebagai upaya pencegahan.
"Virusnya sudah bersirkulasi di mana-mana. Jadi, meski tidak ada angka tinggi kematian, tetap saja menimbulkan kekacauan. Orang harus isolasi, orang jadi sakit. Orang mengalami gejala long Covid," katanya.
Dr Stephen Griffin, pakar virus dan profesor di Fakultas Kedokteran University of Leeds, mengatakan skenario ideal menghadapi varian baru adalah dengan membangun dinding lewat vaksinasi sebelum paparan varian baru terjadi. Karena, dinding tersebut akan membantu membangun komunitas masyarakat dengan reproduction number atau kemampuan virus berduplikasi rendah alias di bawah satu sehingga peningkatan kasus tidak terjadi dan menyebabkan outbreak.
"Kita harus berjuang melawannya. Tidak bisa meninggalkan perjuangan melawan pandemi ini separuh-separuh, termasuk tidak bisa membiarkan anak-anak tidak tervaksinasi. Kalau tidak, bisa terjebak dalam berbagai siklus varian Covid-19," ujar Griffin.