REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mengantisipasi perubahan global megatrend energi, PT Pertamina (Persero) terus mengejar target implementasi program transisi energi agar berjalan sesuai waktu yang direncanakan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memastikan dukungan positif dari kalangan investor.
Pada acara Pertamina Investor Day 2021, Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha Pertamina Iman Rachman memaparkan bahwa dunia saat ini menghadapi disrupsi permintaan yang signifikan, baik jangka pendek akibat Covid-19 maupun jangka panjang. Ke depan, permintaan energi fosil global diprediksi akan tetap tumbuh dan mencapai puncaknya pada 2030 sebelum kemudian menurun seiring pertumbuhan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang pesat.
Adapun di Indonesia, permintaan energi diproyeksi akan pulih pasca Covid-19 di 2022 dan kemudian tumbuh sekitar 2,1 persen per tahun hingga 2040.
Secara nasional, bauran energi akan mendukung penurunan emisi dengan target 29 persen di 2030 dengan tetap memenuhi kebutuhan energi nasional yang mencapai 7 juta Tera Joule.
“Saat ini, kita sedang proses menuju transisi energi. Untuk itu, portofolio energi Pertamina akan diselaraskan dengan target bauran energi yang tertuang dalam grand strategy Energi Nasional tahun 2025. Sebagian besar energi yang dipasok masih bahan bakar fosil, namun pertumbuhan EBT akan lebih agresif,” ujar Iman.
Adapun target bauran energi Pertamina secara umum adalah mengurangi porsi penggunaan BBM dan LPG menjadi 64 persen. Meningkatkan porsi penggunaan gas menjadi 19 persen serta EBT menjadi 17 persen dari total bauran energi di 2030.
Dalam rangka mencapai target bauran energi tersebut, tutur Iman, Pertamina akan membangun rantai pasok migas yang terintegrasi dan secara aktif membangun portofolio EBT dengan memanfaatkan sumber daya dalam negeri.“Dengan strategi tersebut, pada tahun 2030 Pertamina akan memasok sekitar 71 persen dari total kebutuhan energi Indonesia,” tambahnya.
Sebagai BUMN Energi yang diamanahkan untuk menjaga ketahanan dan kemandirian energi nasional, Pertamina tetap berupaya meningkatkan produksi minyak dan gas melalui optimasi lapangan eksisting dan lapangan potensial yang bernilai tinggi (Crown Jewels), menjalankan EOR melalui kemitraan, melaksanakan operasional yang terdigitalisasi, akselerasi aset pengembangan dan eksplorasi serta mendorong program inisiatif lainnya secara selektif.
Selain itu, Pertamina juga tetap melanjutkan sejumlah proyek strategis diantaranya Refinery & Development Masterplan, peningkatan kapasitas panas bumi menjadi 1.128 MW di 2026, Grass Root Refinery dan Petrokimia serta membangun Green Refinery dengan kapasitas 6 – 100 KTPA dan juga Etanol dalam 50 MT per tahun pada 2025. Pertamina juga terlibat dalam Battery Company untuk memproduksi baterai 140 GWh pada tahun 2029 serta mengembangkan ekosistem baterai EV termasuk bisnis swapping & charging.
Menurut Iman, adaptasi terhadap transisi energi juga diwujudkan Pertamina dengan membangun transmisi dan distribusi gas baru serta membangun pabrik Metanol untuk gasifikasi berkapasitas 1.000 KTPA di 2025.
Inisiatif transisi energi lain yang dijalankan Pertamina yakni melakukan revitalisasi rencana bisnis yang terkait gas kota untuk 30 juta rumah tangga, mengembangkan bisnis dan niaga LNG, dan meningkatkan portofolio di sektor kelistrikan melalui pembangkit berbahan bakar gas, panas bumi dan surya.
Dengan inisiatif bisnis tersebut, Pertamina akan mengalokasikan sekitar 9 persen dari CAPEX periode 2020-2024 khusus untuk pengembangan EBT. Nilai ini lebih tinggi dari investasi EBT perusahaan energi internasional yang rata-rata hanya sebesar 4,3 persen.
Sejumlah proyek Pertamina tersebut merupakan Proyek Strategis Nasional yang dilakukan selama 2020-2024, baik di sektor hulu, hilir maupun energi terbarukan. Hal ini berpotensi dikolaborasikan untuk memperkuat fondasi perekonomian Nasional.“Peluang kemitraan lainnya juga dapat dilakukan dalam proyek-proyek strategis Pertamina dan rencana unlocking values dalam rangka optimalisasi nilai Pertamina Group,” kata Iman.