REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Program misi penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara global kemungkinan akan ditutup. Penutupan kemungkinan dilakukan pada Kamis (30/6) jika Majelis Umum PBB tidak dapat menyetujui anggaran baru senilai 6 miliar dolar AS untuk tahun ini hingga 30 Juni 2022.
Beberapa diplomat menyalahkan penutupan akibat perubahan pada prosedur negosiasi, masalah logistik, dan pembicaraan yang alot.
Kepala Strategi Manajemen, Kebijakan dan Kepatuhan PBB, Catherine Pollard, mengatakan, 12 misi penjaga perdamaian yang sebagian besar berada di Afrika dan Timur Tengah telah disarankan untuk mulai menempatkan rencana darurat jika anggaran baru tidak tersedia.
"Pada saat yang sama, kami tetap berharap dan yakin bahwa negara-negara anggota akan menyelesaikan negosiasi mereka," kata Pollard.
Pollard mengatakan, jika tenggat waktu 30 Juni terlewati maka Sekretaris Jenderal Antonio Guterres hanya dapat menghabiskan uang untuk melindungi aset-aset PBB dan memastikan perlindungan terhadap staf dan penjaga perdamaian.
Kepala penjaga perdamaian PBB Jean-Pierre Lacroix mengatakan, misi akan sangat terbatas dan tidak dapat melakukan tindakan seperti melindungi warga sipil, membantu mengatasi Covid-19 serta mendukung upaya serta mediasi politik.
Amerika Serikat adalah kontributor terbesar untuk anggaran pemeliharaan perdamaian, yaitu sekitar 28 persen, diikuti oleh China dengan 15,2 persen dan Jepang dengan 8,5 persen.