Selasa 29 Jun 2021 18:41 WIB

Dituntut 5 Tahun Penjara, Edhy Prabowo: Saya tidak Salah

Edhy Prabowo merasa tidak bersalah di kasus dugaan suap ekspor benih lobster

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Terdakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bersiap menjalani sidang lanjutan terkait kasus suap izin ekspor benih lobster tahun 2020 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (28/6). Sidang tersebut beragendakan pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bersiap menjalani sidang lanjutan terkait kasus suap izin ekspor benih lobster tahun 2020 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (28/6). Sidang tersebut beragendakan pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut 5 tahun pejara dan denda Rp400 juta terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terkait kasus dugaan suap ekspor benih lobster. Menanggapi tuntutan dari JPU KPK, Edhy Prabowo tetap merasa dirinya tidak bersalah.

"Saya merasa tidak salah dan saya tidak punya wewenang terhadap itu, saya sudah delegasikan. Semua bukti persidangan sudah terungkap tidak ada, saya serahkan semuanya ke majelis hakim," kata Edhy usai menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (29/6).

Baca Juga

Namun, Edhy menyatakan tetap bertanggung jawab atas kasus dugaan suap ekspor benih lobster yang menjeratnya. Dia menyebut, akan menanggapi tuntutan Jaksa KPK dalam nota pembelaan.

"Yang harus dicatat saya bertanggung jawab terhadap kejadian di kementerian saya, saya tidak lari dari tanggung jawab, tapi saya tidak bisa kontrol semua kesalahan yang dilakukan oleh staf-staf saya," ujarnya. 

"Sekali lagi kesalahan mereka adalah kesalahan saya, karena saya lalai. Keputusan ini, tuntutan ini akan saya jalani terus sampai besok tanggal 9 kami mengajukan pembelaan setelah itu ada proses putusan," tegas Edhy.

Edhy menyatakan, dalan tuntutan seharusnya tidak ada pertimbangan yang memberatkan. Ia meyakini, kasus dugaan suap ekspor benih lobster dilakukan oleh para anak buahnya.

"Saya tidak merasa (pertimbangan yang memberatkan), karena saya tidak tahu apa yang dilakukan anak buah saya. Saya juga tahu pas di persidangan ini bagaimana saya mengatur permainan menyarankan orang, kalau saya mau korupsi banyak hal yang bisa saya lakukan kalau mau korupsi," tegas Edhy.

"Tidak ada niat dari hidup saya untuk korupsi, apalagi mencuri. Saya mohon doa saja proses ini saya jalani, saya sudah tujuh bulan mendekam di KPK tidak enak, panas jauh dari keluarga," ucapnya menambahkan.

Edhy dinilai telah terbukti menerima suap Rp25,7 miliar terkait izin ekspor benih bening lobster atau benur. Jaksa meyakini suap diberikan guna mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT DPPP dan para eksportir benur lainnya.

"Menyatakan terdakwa Edhy Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP," kata jaksa Ronald F Worotikan saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (29/6).

Edhy juga dituntut pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak Edhy selesai menjalani masa pidana pokok. Adapun, dalam menjatuhkan hukumannya, jaksa mempertimbangkan sejumlah hal. 

Untuk hal yang memberatkan, Edhy Prabowo dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan KKN. "Terdakwa selaku penyelenggara negara yaitu menteri tidak memberikan teladan yang baik," ungkap jaksa.

Sementara itu untuk hal meringankan, Edhy dinilai bersikap sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum, dan sebagian aset sudah disita.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement