REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abdala, vaksin COVID-19 buatan Kuba terbukti 92 persen efektif melawan virus corona dalam uji klinis. Demikian disampaikan otoritas kesehatan Kuba pekan ini.
Bagi kebanyakan warga Kuba, nama Abdala menggambarkan bagaimana negara kecil berpenduduk 11 juta orang itu tidak dapat dikalahkan oleh sebuah virus mematikan dan blokade ekonomi Amerika Serikat (AS) selama 60 tahun. Di dalam syair yang terkenal di Kuba, Abdala merupakan seorang pahlawan muda yang berjuang mempertahankan tanah airnya dengan penuh semangat patriotik, tanpa peduli seberapa kuat musuh yang menghadang di depan.
Vaksin Abdala diberikan dalam tiga dosis, dengan selang waktu dua minggu di setiap suntikannya. Direktur Penelitian Biomedis di Pusat Rekayasa Genetika dan Bioteknologi (CIBG) Gerardo Enrique Guillen Nieto mengatakan 2,2 juta orang di Kuba telah menerima dosis pertama.
Sementara, 1,7 juta orang telah menerima dosis kedua, dan 900 ribu orang telah menerima dosis ketiga. Berdasarkan rencana ambisius pemerintah Kuba, 70 persen dari populasi negara harus sudah divaksin pada bulan Agustus mendatang.
Kuba saat ini berpacu dengan waktu karena jumlah infeksi baru terus meningkat dengan lebih dari 2.000 kasus per hari. Hampir 1.200 orang telah meninggal dunia akibat COVID-19 di Kuba.
Meski begitu, Guillen Nieto mengatakan bahwa Kuba mengandalkan kampanye vaksinasi dalam perang melawan virus.
"Di sini ada tingkat kepercayaan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada sistem kesehatan Kuba,” kata Guillen Nieto.
"Kami tidak pernah kesulitan menemukan sukarelawan dalam hal uji klinis. Di Kuba, orang sangat ingin divaksinasi. Tidak ada satu orang pun di sini yang berpikir untuk tidak divaksin karena semua orang tahu betapa pentingnya vaksinasi,” tambahnya.
Panel ahli independen di Havana sekarang akan meneliti vaksin Abdala tersebut. Persetujuan darurat resmi diperkirakan akan keluar dalam dua minggu ke depan. Setelah itu, Kuba dapat mengajukan permohonan ke WHO agar Abdala disetujui untuk penggunaan internasional. Bolivia, Jamaika, Venezuela, Argentina, dan Meksiko telah mengisyaratkan minatnya pada vaksin Abdala.
WHO berbagi optimisme
Jose Moya, seorang dokter asal Peru yang memulai karirnya sebagai seorang epidemiologi 30 tahun lalu turut berbagi pandangannya terkait vaksin Abdala. Moya yang selama dua tahun terakhir menjadi perwakilan dari PAHO (Pan American Health Organization) di Kuba menyatakan percaya pada angka efikasi vaksin Abdala. PAHo merupakan sebuah organisasi regional WHO dengan 27 kantor negara.
"Institut Penelitian CIGB memiliki pengalaman 30 tahun dalam penelitian vaksin. Saya percaya hasil yang telah dipublikasikan itu. Ini adalah studi serius, dengan partisipasi para peneliti dan lembaga yang berkomitmen pada sains,” kata Moya yang juga pernah bekerja untuk Doctors Without Borders di Guatemala, Mozambik, dan Nigeria itu.
Bukti terbaik adalah fakta bahwa 80 persen dari semua vaksin Kuba diproduksi di dalam negeri. Baginya efikasi tinggi vaksin Abdala bukan sesuatu yang mengherankan. Itu hanyalah konsekuensi logis dari sistem perawatan kesehatan yang telah berkinerja baik selama beberapa dekade.
Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel tidak ingin berkomentar banyak terkait hasil uji klinis dari vaksin Abdala. Baginya, dorongan negara untuk mengejar solusi dalam negeri daripada mengimpor vaksin asing adalah sebuah kemenangan bagi industri biotek Kuba.
"Keberhasilan ini hanya bisa dibandingkan dengan kebesaran pengorbanan kita. Ini adalah contoh kebanggaan sebuah negara memperlakukan industri farmasinya, yang telah hidup dengan embargo ekonomi AS sejak tahun 1962,” katanya.
sumber: https://www.dw.com/id/abdala-vaksin-buatan-kuba-pesaing-biontech-pfizer-dan-moderna/a-58087045