REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Regulator penerbangan Amerika Serikat (AS) mendorong tanggal tentatif untuk sertifikasi seri 777x Boeing. Sertifikasi ini bertujuan agar pesawat ini dapat kembali beroperasi pada pertengahan hingga akhir 2023 mendatang. Pihaknya mencatat diperlukan pengujian tambahan dan pemeriksaan keamanan lebih lanjut dalam waktu dua tahun ini.
Dilansir Hindustan Times, Boeing mungkin belum bisa mendapatkan sertifikasi di AS untuk seri 777x yang merupakan jenis pesawat terbaru dengan tipe lebar. Administrasi Penerbangan Federal (FAA) mendorong tanggal tentatif untuk sertifikasi tersebut, setelah perusahaaan ini menghadapi kritik kerasa dalam beberapa tahun terakhir.
Boeing menghadapi kritik setelah kasus pesawat 737 MAX yang mengalami dua kecelakaan fatal. Operasi pesawat ini pada akhirnya dihentikan sementara untuk menghindari potensi insiden fatal serupa, yang diduga terjadi karena kesalahan fitur terbaru dari kendaraan ini.
Boeing tidak dapat lepas dari pengawasan hukum yang telah dikenakan setelah kecelakaan yang tidak menguntungkan tersebut. FAA juga tidak membiarkan perusahaan memiliki izin masuk gratis, di mana masing-masing pihak diminta untuk memastikan keselamatan penerbangan secara menyeluruh oleh legislator di Capitol.
FAA telah mengirim surat kepada Boeing yang memberi tahu perusahaan raksasa penerbangan itu bahwa jet seri 777x memerlukan penyelidikan peristiwa uncommanded pitch pada 8 Desember, di mana pesawat itu tampil secara tak terduga.
Ian Won, seorang manajer pelaksana di layanan sertifikasi pesawat FAA, mengatakan bahwa Boeing diharapkan menjalani validasi komprehensif dan tinjauan verifikasi. Selain itu, perusahaan ini juga harus mendokumentasikan perbaikan proses dan pembelajaran.
“Semua tindakan ini akan secara realistis mendorong kerangka waktu sertifikasi yang diharapkan setidaknya dua tahun lagi,” ujar Won.
Sejak pertengahan Maret 2019, Boeing 737 Max telah dikandangkan oleh otoritas penerbangan di seluruh dunia akibat dua kecelakaan tragis yang lelibatkan pesawat jenis ini. Kecelakaan pertama terjadi pada Lion Air JT 610 di Indonesia pada Oktober 2018 dan kedua terjadi pada 10 Maret 2019 yang melibatkan Ethiophian Airlines.
Boeing saat itu mengatakan akan merevisi perangkat lunak yang digunakan di 737 Max yang mengambil input dari kedua sensor angle-of-attack dalam sistem anti-stall dan diduga menjadi penyebab dua kecelakaan fatal tersebut terjadi. Perusahaan Amerika ini juga mengatakan telah menambahkan perlindungan tambahan, sebagai antisipasi insiden serupa.
Boeing kemudian juga memperbaiki kekurangan yang ditemukan dalam rancangan perangkat lunak yang berfungsi sebagai sistem kontrol penerbangan 737 MAX. Ini melibatkan penggunaan dan penerimaan input dari dua komputer kontrol penerbangan pesawat.
FAA telah dianggap lalai dalam melakukan pengawasan terhadap Boeing saat itu.