REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa langkah dari sana terdapat kubah Fatimiyah yang dibangun pada masa pemerintahan khalifah Al-Hafiz Li Din Allah (545-1150). Ini adalah monumen untuk menghormati Mohamed Al-Hasawati, seorang keturunan Nabi Muhammad. Elemen arsitektur kubah yang paling menonjol adalah mihrab plesterannya yang dibingkai oleh Ayat Tahta dari Al-Qur'an dalam aksara Kufi.
“Kita tahu bahwa Fatimiyah sangat konsisten membangun mashahed (kubah) di atas makam Al-Beit (keturunan Nabi Muhammad). Selama era Fatimiyah, banyak kubah seperti itu muncul di Mesir seperti yang ada di Al-Khalifa, Al-Sayeda Nafisa dan Al-Sayeda Sakina,” kata El-Ibrashy.
“Mereka memanggilnya Al-Hasawati. Kami tidak memiliki referensi sejarah tentang identitasnya. Mereka mengatakan bahwa dia hidup pada masa Nabi Muhammad dan biasa mengumpulkan kerikil dari bawah kaki nabi, maka nama Al-Hasawati ('pengumpul kerikil’),” jelasnya.
El-Ibrashy menjelaskan, qarafa memiliki dua sistem penomoran, yang pertama adalah ahwash (tanah pemakaman). Adapun sistem penomoran lainnya, itu mewakili tempat tinggal di qarafa. Secara hukum, tidak ada yang diizinkan untuk tinggal di qarafa kecuali orang-orang yang bertanggung jawab atas penguburan dan keluarganya, sambungnya.
“Toraby, seseorang yang bertanggung jawab atas penguburan bukan pegawai pemerintah, tetapi dia bertindak seperti itu dalam keadaan tertentu. Jika Anda ingin memulihkan tanah pemakaman Anda, Anda perlu mendapatkan surat resmi dari toraby yang memverifikasi kepemilikan Anda dan batas-batas tanah Anda,” jelas El-Ibrashy.