Rabu 30 Jun 2021 12:12 WIB

Pertama di Indonesia, Ada Perpustakaan Pancasila Di Lapas

Penjara bukan akhir perjalanan hidup. Bisa jadi tempat transformasi diri dan bangsa

Badan Pembinaan Ideologi Pancasia(BPIP) meresmikan Perpustakaan Pancasila di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (30/6).
Foto: istimewa
Badan Pembinaan Ideologi Pancasia(BPIP) meresmikan Perpustakaan Pancasila di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (30/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Badan Pembinaan Ideologi Pancasia(BPIP) meresmikan Perpustakaan Pancasila di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (30/6).

Ini Perpustakaan Pancasila perdana di lingkungan Pemasyarakatan. Harapannya kelak, Warga Binaan (sebutan Narapidana/Napi) dan jajaran Pemasyarakatan (PAS) di seluruh Indonesia akan terbiasa membudayakan literasi. Ada banyak buku tersedia, mulai buku perjuangan, tokoh bangsa, novel, hingga komik Pancasila. 

Perpustakaan Pancasila di Lapas Kelas IIA Samarinda diresmikan Kepala BPIP Yudian Wahyudi dengan penandatanganan prasasti. Sambutan diwakilkan oleh Direktur Sosialisasi, Komunikasi dan Jaringan BPIP M. Akbar Hadiprabowo.

"Salam Pancasila. Penjara bukan akhir perjalanan hidup. Bisa jadi justru tempat transformasi diri, bahkan perubahan bangsa. Seperti yang dialami oleh Proklamator RI, Ir Soekarno. Menjadikan penjara sebagai tempat transformasi diri," tutur Akbar saat membacakan Sambutan Kepala BPIP di Perpustakaan Pancasila Lapas II A Samarinda. 

Pada masanya, lanjut Akbar, Bung Karno oleh Pemerintahan Belanda waktu itu dipaksa harus mendekam di Lapas Banceuy dan mencicipi sel Lapas Sukamiskin. Serta beberapa tempat pengasingan seperti di Ende, Bengkulu, Brastagi, Bangka dan Boven Digoel. Memang getir, tapi Sukarno ikhlas. "Beliau malah makin rajin beribadah, membaca buku, mempelajari Islam dan Alquran. Di Pulau Ende, Sukarno sukses menggali nilai-nilai luhur Pancasila. Tanpa renungan Soekarno di tempat pengasingan, tidak akan ada Indonesia," kata mantan Jubir Ditjen PAS dan Karutan Rangkasbitung ini. 

Dia lalu merujuk beberapa negara yang mendorong transformasi diri para Wargabinaan dan mencegah pengulangan tindakan kriminal adalah melalui buku dan sastra. Karena jengah berulang kali bertemu para residivis di ruang pengadilan, seorang hakim di Massachusetts bekerja sama dengan guru sastra untuk memperkenalkan program membaca untuk warga binaan. "Changing Lives Through Literature. Program itu sukses menurunkan tingkat residivisme hampir tiga kali lebih tinggi dibanding tanpa intervensi," beber Akbar. 

Penelitian oleh Rand Corporation pada 2013, Wargabinaan yang mendapatkan pendidikan jauh lebih kecil kemungkinannya terjeblos kembali ke penjara dan lebih besar kemungkinan mendapatkan pekerjaan. 

Akbar menambahkan, begitu besarnya manfaat buku bagi Wargabinaan tak hanya diakui oleh Amerika Serikat. Di Iran, hakim bisa menjatuhkan hukuman kepada pelanggar hukum dengan memerintahkan mereka untuk membeli lima buku, membuat tulisan review tentang buku-buku itu, dan mengirim buku tersebut ke penjara. Di Italia dan Brazil, Wargabinaan yang menyelesaikan satu buku bisa mendapatkan remisi beberapa hari.

"Apakah membaca buku bisa diusulkan untuk mengurangi hukuman adalah soal lain. Hal yang ingin saya tekankan membaca memiliki magic yang bisa mengubah diri kita dan warga binaan. Apalagi, salah satu pangkal masalah terbesar dalam sistem peradilan kriminal kita adalah rendahnya literasi," terang dosen Politeknik Ilmu Pemasyarakatan ini. 

BPIP berharap, literasi dan perpustakaan akan mendorong lebih banyak Wargabinaan yang Pancasilais karena memiliki kemampuan berintegrasi sosial yang semakin baik. "Saya acungkan dua jempol untuk Pimpinan Kemenkumham Kaltim dan jajaran Lapas Samarinda atas inovasi Perpustakaan Pancasila. Semoga inisiatif perpustakaan bisa menggelinding menjadi gerakan nasional yang bisa ditiru oleh Lapas lain di seluruh Indonesia," tuntas Akbar. 

Langkah BPIP tersebut disambut antusias oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Timur, Sofyan. Selaras dengan perwujudan visi-misi kebangsaan Presiden Jokowi via Kemenkumham. "Kunci utama adalah kolaborasi. Menyingkirkan ego sektoral, antara kementerian dan lembaga negara," ujar Sofyan. 

Dia khawatir dengan situasi bangsa saat ini. Dimana mulai terkikis ekspansi budaya asing yang negatif. Pancasila harga mati, wawasan kebangsaan perlu disegarkan. "Saya ingat betul waktu dididik BP7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Saya juga ingat waktu ikut menyeleksi CPNS. Pada lupa sila-sila Pancasila, ingatnya lagu-lagu Barat. Semoga ide Perpustakaan Pancasila perdana ini bisa masif dan berguna. Bukan hanya di lingkungan kami, juga masyarakat," tandas Sofyan. 

Dalam acara peresmian, hadir pula Direktur Hubungan Antar Lembaga dan Kerjasama BPIP Elfrida Herawati Siregar, para Kepala Divisi Kanwil Kemenkumham Kaltim, Kepala Lapas Samarinda Muhamad Ilham Agung Setyawan, dan para Kepala UPT Pemasyarakatan Samarinda dan Tenggarong, serta pejabat Dinas Pendidikan Samarinda. Para Wargabinaan juga ikut khidmat menyaksikan di dalam kompleks Lapas yang terlihat rapi, bersih, diiringi hujan rintik-rintik.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement