Rabu 30 Jun 2021 13:03 WIB

PBB Soroti Migran Kerap Jadi Korban Kejahatan dan Kekerasan

Migran rawan mengalami kejahatan baik dalam perjalanan maupun saat di pengungsian.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Para migran tiba di daerah kantong Spanyol di Ceuta, dekat perbatasan Maroko dan Spanyol, Rabu, 19 Mei 2021.
Foto: AP/Bernat Armangue
Para migran tiba di daerah kantong Spanyol di Ceuta, dekat perbatasan Maroko dan Spanyol, Rabu, 19 Mei 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Sebuah laporan yang dirilis oleh PBB menyoroti bahwa migran yang diselundupkan melintasi perbatasan sering mengalami kekerasan ekstrem, penyiksaan, pemerkosaan, dan penculikan. Mereka rawan mengalami kejahatan baik dalam perjalanan maupun saat berada di pengungsian.

Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) mengatakan selama ini pihak berwenang tidak berbuat banyak untuk mengatasi kejahatan tersebut. Laporan berfokus pada rute transit di wilayah barat dan utara Afrika. 

Baca Juga

Lebih lanjut, laporan tersebut juga mengkaji berbagai jenis kekerasan yang dilakukan pada laki-laki dan perempuan. Ini menyajikan faktor-faktor dan motivasi di balik kekerasan, yang dilakukan selama operasi penyelundupan. 

“Penelitian kami menunjukkan bahwa kekerasan digunakan oleh para penyelundup atau pelaku lainnya sebagai bentuk hukuman, intimidasi atau paksaan, dan seringkali dilakukan tanpa alasan yang jelas,” ujar Morgane Nicot, perwakilan PBB yang mengoordinasikan pengembangan laporan tersebut dalam sebuah pernyataan, dilansir Ani News.

Nicot mengatakan secara khusus, migran laki-laki menjadi sasaran kerja paksa. Kekerasan seksual pada perempuan cenderung lebih sering terjadi, yang menyebabkan kehamilan tidak diinginkan, hingga dalam sejumlah kasus berakhir dengan aborsi.

“Baik laki-laki maupun perempuan dapat menderita perlakuan tidak manusiawi dań merendahkan martabat,” jelas Nicot. 

UNODC mengatakan selama ini penyelundupan migran menjadi kegiatan kriminal yang menguntungkan. Banyak orang yang putus asa membayar melintasi perbatasan untuk menghindari bencana alam, konflik, atau penganiayaan, serta mencari pekerjaan atau pendidikan lebih layak dibanding di tempat asal mereka. 

“Inilah mengapa kami memutuskan untuk melakukan penelitian.Studi kami juga menganalisis bagaimana aparat penegak hukum menanggapi kasus penyelundupan yang parah dan menyoroti betapa sulitnya menuntut kejahatan semacam itu,” kata Nicot. 

Laporan tersebut menemukan bahwa kekerasan tersebar luas di rute penyelundupan wilayah tertentu. Meski demikian, hanya ada sedikit bukti bahwa kejahatan semacam itu mengarah pada penyelidikan atau proses hukum, terutama di negara-negara transit tempat pelanggaran dilakukan.

“Kekerasan yang dialami migran selama usaha penyelundupan tidak selalu dicatat atau tidak ada cukup bukti untuk mempengaruhi beratnya hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan nasional terhadap pelaku penyelundup,” jelas Nicot. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement