REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) membuka penyidikan baru terkait dugaan korupsi pembiyaan ekspor di Lembaga Pembiyaan Ekspor Indonesia (LPEI). Direktur Penyidikan di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejakgung, Febrie Adriansyah mengungkapkan, dugaan kerugian negara terkait kasus tersebut, mencapai Rp 4,7 triliun.
“Indikasi kerugian negara terkait kasus ini, (Rp) 4,7 triliun. Penyidik sedang mendalami tiap-tiap transaksi pembiyaannya,” ujar Febrie lewat pesan singkatnya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (30/6).
Kata Febrie, ada dugaan pembiyaan ekspor yang dilakukan LPEI, dinikmati sekelompok orang untuk memperkaya diri sendiri. “Ada dugaan niat untuk membobol LPEI. Ini akan menjadi perkara besar yang juga melibatkan perusahaan-perusahaan besar,” terang Febrie.
Jampidsus melakukan penyidikan dugaan korupsi di LPEI setelah penerbitan Sprindik, 13/F.2/Fd/0/2021, pada pekan lalu. Terkait pengungkapan kasus tersebut, tim penyidikan di Jampidsus, sudah mulai melakukan pemeriksaan saksi-saksi, pada Selasa (29/6).
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Leonard Ebenezer Simanjuntak mengatakan, dari pemeriksaan sementara yang sudah dilakukan Jampidsus, menghadirkan enam orang saksi. “Saksi yang diperiksa antara lain, AS, MS, Ir EW, FS, DAP, dan YTP,” ujar Ebenezer, dalam keterangan resmi, Rabu (30/6).
AS, dikatakan mantan Kepala Kantor Wilayah LPEI Surakarta, Jawa Tengah (Jateng). FS, sebagai Kepala Divisi UKM di LPEI 2015. DAP selaku, Kepala Divisi Analisa Risiko Bisnis LPEI, dan YTP diperiksa selaku Kepala Divisi Restrukturisasi Aset LPEI. Adapun MS, da Ir EW, dua saksi dari kalangan swasta, yang diperiksa terkait dengan penerimaan pembiyaan ekspor LPEI 2019.