Rabu 30 Jun 2021 20:46 WIB

Erick Thohir Sebut Indonesia Berpeluang Tambah 20 Unicorn

Erick Thohir mengatakan Indonesia saat ini baru memiliki 5 unicorn.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Dwi Murdaningsih
Erick Thohir
Foto: Republika TV/Surya Dinata
Erick Thohir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, ekonomi digital akan menjadi kekuatan bagi Indonesia ke depan. Erick menargetkan kontribusi ekonomi digital pada 2030 mencapai 18 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau Rp 4.531 triliun.

Angka ini meningkat delapan kali lipat jika dibandingkan kontribusi ekonomi digital pada 2020 yang baru mencapai empat persen dari PDB atau Rp 630 triliun. Menurut Erick, potensi ekonomi digital pada 2030 masih didominasi e-commerce sebesar Rp 1.908 triliun, bussiness to bussiness service sebesar Rp 763 triliun, corporate service sebesar Rp 529,9 triliun, digital content sebesar Rp 515,3 triliun, dan healthcare hingga travel. 

Baca Juga

"Ini ekosistem yang besar untuk kita semua antisipasi dan manfaatkan. Kita ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, tapi kalau lihat ekonomi digital per kapita, kita masih peringkat empat, artinya pertumbuhan itu akan makin besar, dengan posisi per kapita nomor empat tapi market paling besar," ujar Erick saat HUT LinkAja ke-2 di Jakarta, Rabu (30/6).

Erick mengatakan, pengembangan ekonomi digital Indonesia baru memasuki tahap awal dengan memiliki hanya lima startup atau perusahaan rintisan dengan valuasi nilai mencapai 1 miliar dolar AS atau unicorn. Hal ini berbeda dengan Cina yang memiliki 101 unicorn dan Amerika Serikat (AS) dengan 207 unicorn menjadikan keduanya sebagai pemimpin pasar rintisan saat ini. Erick menilai Indonesia memiliki peluang menambah jumlah rintisan unicorn. 

"Ini menarik, kalau kita seperempat Cina, kita masih punya potensi menambah 20 unicorn, jadi ini potensi dan kesempatan untuk generasi muda apalagi sektornya masih e-commerce, fintech, transportation, dan travel," ucap Erick.

Indonesia, ucap Erick, harus mengantisipasi perubahan ekonomi digital yang terus terjadi ke depan. Erick tak menampik Indonesia memiliki sejumlah tantangan besar dalam pengembangan ekonomi digital antara lain infrastuktur digital Indonesia yang masih jauh tertinggal. Bahkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, rendahnya proteksi terhadap konsumen digital, rendahnya kualitas tenaga kerja, hingga kurangnya data scientist dan programmer.

"Memang kita terus dorong sejumlah inovasi seperti Palapa Ring, digital identity, tax breaks for innovation, startup environment, dan digital talent. Saya rasa ini potensi buat semua, ini fondasi yang harus kita bangun sama-sama, tidak hanya bergantung pada pemerintah," ungkap Erick.

Erick mengatakan, selama ini rintisan Indonesia kebanyakan mendapat suntikan dari investor asing. Pemerintah, ucap Erick, mendorong perusahaan lokal ikut membantu pendanaan dalam ekosistem rintisan ke depan. 

"Inilah kenapa kemarin kami, para menteri, dipanggil pak presiden untuk melakukan reformasi dan transformasi besar-besaran ke depan mengenai hilirasi industri digital," ucap Erick.

Pemerintah, lanjut Erick, ingin memastikan adanya keseimbangan ekonomi dengan memastikan tidak ada monopoli. Erick mengatakan kalimat winner takes all atau monopoli dipandang lumrah dalam bisnis di era digital.

"Saya pribadi melawan itu, makanya saya pastikan BUMN harus jadi penyeimbang dan agregator pengusaha lokal, konten lokal, dan funding lokal. Dua-tiga bulan lagi saya akan umumkan sesuatu yang menarik, tidak mau tercetus dulu, kemarin umumkan Tadex (Tanah Air Digital Exchange) saja sudah ribut," kata Erick menambahkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement