REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai negara saat ini sepakat untuk terus menekan polusi udara akibat penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan oktan rendah. Saat ini juga berbagai negara telah menerapkan standar emisi gas buang akibat BBM fosil.
Penggunaan standar emisi gas buang kendaraan bermotor sebenarnya sudah tertuang dalam buku panduan bila kita membeli satu kendaraan. Namun di Indonesia masih abai dengan buku panduan dalam memilih BBM khusus. Pengguna kendaraan bermotor acap kali mengabaikan manfaat buku panduan dan stiker petunjuk penggunaan BBM yang dikeluarkan pabrikan otomotif.
Pengamat otomotif Anton Fiat berpendapat buku panduan yang tertuang terkait dengan pemilihan BBM acap kali memang diabaikan. Karena, masyarakat tidak terlalu melulu paham mengenai pemilihan BBM sesuai dengan kendaraan pribadinya. "Karena kesadaran masyarakat itu perlu digugah, terkadang kita juga abaik. Nah kembali lagi, kalau kita pakai istilah, lihat isi kantong dan jangkauan harganya itu sendiri," kata Anton ketika dihubungi wartawan, Rabu (30/6).
Karena itu, Anton pun mengajak baik pabrikan otomotif untuk bisa mensosialisasikan pengguaan BBM dengan kualitas baik. Hal itu untuk kepentingan kehidupan bersama.
"Jadi bagaimana petunjuk yang diterapkan itu bisa sampai, bukan hanya sebagai imbauan atau slogan," kata dia.
Karena para konsumen Indonesia untuk mengikuti rekomendasi pabrikan yang terdapat dalam buku panduan maupun stiker itu jarang sekali. Meski pun, stiker yang ditempel dibagian kendaraan bermotor pada dasarnya untuk mengajak konsumen agar patuh memenuhi standar emisi gas buang kendaraan.
"Memang tujuannya untuk mengurangi polusi udara agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi masyarakat. Tapi harus disosialisasikan dengan baik, sehingga pesan yang dituju itu sampai ke masyarakat," kata dia.
Karena, penggunaan BBM yang tepat akan membuat mesin kendaraan lebih awet karena pembakarannya bisa lebih optimal, penggunaan BBM lebih efisien dan tidak menimbulkan kerak pada mesin kendaraan bermotor.
Seperti halnya yang saat ini dilakukan Pertamina dengan memberikan penawaran menarik kepada konsumen. "Kaya diskon dan sebagainya bila menggunakan Pertamax itu menarik, artinya masyarakat memang harus beralih ke penggunaan BBM yang lebih baik untuk kendaraan," kata dia.
Karena, kata dia, tanpa disadari pabrikan di berbagai negara termasuk Indonesia sudah memberikan imbauan bahwa kendaraan mobil low cost green car (LCGC) yang dipasarkan di Indonesia itu telah mewajibkan peggunanya untuk memakai BBM jenis Pertamax RON 92. Nah, dalam mobil LCGC biasanya juga ditempeli stiker oktan number 92.
Stiker petunjuk penggunaan BBM ini juga terdapat dalam mobil jenis lain yang diproduksi pabrikan di berbagai negara. Berikut contoh stiker petunjuk pabrikan pada jenis mobil lain. Penerapan standar emisi gas buang ini diterapkan di dunia setelah dampak polusi udara dari kendaraan bermotor terbukti menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan dan bisa menimbulkan beragam gangguan kesehatan pada manusia. Gas berbahaya yang terdapat dari emisi gas buang kendaraan itu antara lain adalah gas karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), hidrokarbon (HC), dan partikulat lain (Particulate Matter/PM).
Sementara, Guru Besar Kesehatan Lingkungan Universitas Indonesia (UI) Profesor Budi Haryanto mengajak masyarakat meningkatkan penggunaan BBM berkualitas yeng lebih ramah lingkungan. Karena dengan penggunaan BBM oktan tinggi bisa berkontribusi terhadap perbaikan kualitas udara dan pengurangan risiko timbulnya gangguan kesehatan bagi masyarakat.
"Kalau kualitas bahan bakar bagus, maka kualitas udara pencemaran berkurang, artinya, semakin banyak kendaraan memakai BBM berkualitas, otomatis emisi yg keluar di udara juga semakin berkurang," ujar dia.
Sebaliknya, jika polusi udara tinggi dapat memunculkan penyakit kronis kormobit Covid-19, seperti penyakit jantung, diabetes, dan gangguan pada paru-para. Karenanya Budi menyambut positif tren peningkatan konsumsi Pertamax series akhir-akhir ini.
"Itu sebabnya, tren peningkatan konsumsi Pertamax series harus dipertahankan dan selalu ditingkatkan. Ini untuk jangka panjang," kata dia.
Menurutnya, udara yang bersih dan berkualitas sangat penting untuk menjaga kesehatan masyarakat. Apalagi berbagai penelitian menunjukkan, terdapat hubungan antara polusi udara dan tingkat kematian penderita Covid-19.
Seperti penelitian yang dilakukan Harvard bahwa pasien Covid-19 di wilayah tinggi polusi memiliki risiko kematian 4,5 kali lipat lebih tinggi dibandingkan di wilayah rendah polusi. "Secara teori, ini dikaitkan bahwa banyak kormobit yang diderita orang-orang di daerah tinggi polusi, akibat pencemaran udara tadi," ujar dia menjelaskan.
Penelitian serupa juga dilakukan di Eropa, antara lain Italia, Prancis, Spanyol, dan Jerman. Dalam hal ini, European Public Health Alliance menyatakan bahwa polusi udara mengurangi peluang seseorang bertahan hidup dari wabah Covid-19.
Karena itulah, kata Budi, World Health Organization (WHO) mengimbau agar setiap negara memperhatikan faktor risiko polusi udara dan kaitannya terhadap pengendalian Covid-19. "WHO menyebutkan, negara dengan tingkat polusi udara tinggi seperti Indonesia harus mempertimbangkan faktor risiko polusi udara tersebut dalam persiapan pengendalian Covid-19," katanya.