REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Banyak peserta didik yang menikah dini selama pemberlakuan pembelajaran jarak jauh (PJJ) daring di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng). Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Palu, Ansyar Sutiadi.
Menurut dia, penyebabnya lantaran aktivitas peserta didik yang tidak dapat dikontrol selama mengikuti PJJ daring. "Ini berdasarkan hasil peninjauan di lapangan dengan mengunjungi sekolah dan peserta didik serta laporan berbagai pihak termasuk orang tua peserta didik," ujarnya, Kamis (1/7).
Ansyar menyebut, selain menikah dini, sebagian besar peserta didik tidak dapat mencapai kompetensi dasar yang ditetapkan dalam kurikulum pendidikan sesuai jenjang pendidikannya. Akibatnya, minimnya alokasi waktu belajar selama PJJ daring.
Ansyar mengatakan, persoalan tersebut tidak hanya terjadi di Palu saja, tapi berdasarkan laporan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, persoalan itu juga terjadi hampir di semua daerah di Indonesia yang menerapkan PJJ daring. "Contohnya anak saya sendiri saat ini sudah masuk kelas 1 SD. Sampai sekarang dia tidak bisa mencapai atau memenuhi kompetensi dasar untuk jenjang pendidikan SD kelas 1. Sedang jika belajar tatap muka belum tentu dapat memenuhi kompetensi dasar apalagi PJJ daring," jelasnya.
Masalah lain yang cukup mengkhawatirkan yaitu dampak negatif PJJ daring terhadap psikologi peserta didik. Dia menyebut, banyak peserta didik dan orang tua yang frustrasi dan stres mengikuti PJJ daring yang telah berlangsung sejak 2020. Jika dibiarkan terus menerus dikhawatirkan akan berdampak terhadap kepribadian peserta didik.
"Mereka (peserta didik) pegang smartphone bukan untuk belajar daring tapi hanya main gim. Selain itu antarpeserta didik tidak saling mengenal satu sama lain apalagi dengan gurunya," ujarnya.
Oleh sebab itu, Ansyar menyatakan pembelajaran tatap muka menjadi solusi satu-satunya untuk mengatasi persoalan tersebut. Tentunya dengan menerapkan protokol pendidikan berbasis protokol kesehatan pencegahan penularan dan penyebaran Covid-19 secara ketat.
Dia mengatakan, semua sekolah mulai jenjang PAUD hingga SMP siap melaksanakan pembelajaran tatap muka di masa pandemi Covid-19. Semua sekolah telah memenuhi standar protokol pendidikan berbasis protokol kesehatan pencegahan penularan dan penyebaran Covid-19. Diantaranya, menyediakan sarana pencuci tangan atau wastafel, alat pengukur suhu tubuh, hand sanitizer, masker, pembatasan kapasitas ruang belajar mengajar untuk diisi oleh peserta didik hingga hanya menjadi 50 persen dari kapasitas ruangan.
Disdikbud Palu tidak memaksa peserta didik jika tetap enggan mengikuti pembelajaran tatap muka. Mereka menyiapkan formulir kesediaan peserta didik mengikuti pembelajaran tatap muka yang diisi oleh orang tua peserta didik.
"Tapi kami kembali kepada keputusan Wali Kota Palu apakah memutuskan melaksanakan pembelajaran tatap muka atau tetap menunda dulu hingga Palu keluar dari zona merah," kata Ansyar.