REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pemerintah Turki resmi keluar dari perjanjian internasional untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan. Keputusan yang diumumkan Presiden Tayyep Erdogan pada Maret lalu ini menuai kecaman dari dalam maupun luar negeri.
Ribuan orang berencana untuk menggelar protes di seluruh Turki pekan ini. Ketika pengadilan banding menolak gugatan untuk menunda keputusan tersebut.
"Kami akan terus berjuang, dengan keputusan ini Turki menembak kakinya sendiri," kata presiden Asosiasi Federasi Perempuan Turki, Canan Gullu, Kamis (1/7).
Ia mengatakan sejak Maret lalu perempuan dan kelompok-kelompok rentan lainnya sudah mulai semakin enggan meminta bantuan dan semakin kecil kemungkinan mereka mendapatkannya. Sementara kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19 meningkatkan kekerasan terhadap mereka.