Jumat 02 Jul 2021 07:37 WIB

Ketersediaan Pangan Selama PPKM Mikro Harus Terjamin

Semua pihak harus bersinergi menjaga ketersediaan dan akses pangan bagi masyarakat

Rep: Dedy Darmawan Nasution / Red: Hiru Muhammad
Petugas Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Banyuwangi mengecek daging saat sidak di pasar Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (10/5/2021). Sidak tersebut dalam rangka untuk mengecek ketersediaan daging jelang perayaan Hari Raya Idul Fitri serta memastikan kondisi daging memenuhi persyaratan yakni Aman, Sehat, Utuh dan Halal (Asuh).
Foto: ANTARA/Budi Candra Setya
Petugas Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Banyuwangi mengecek daging saat sidak di pasar Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (10/5/2021). Sidak tersebut dalam rangka untuk mengecek ketersediaan daging jelang perayaan Hari Raya Idul Fitri serta memastikan kondisi daging memenuhi persyaratan yakni Aman, Sehat, Utuh dan Halal (Asuh).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Rencana Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro darurat bakal menjadi langkah strategis untuk menekan penyebaran Covid-19. Namun diperlukan langkah-langkah tambahan untuk menjamin ketersediaan pangan bagi masyarakat mengingat penerapan pembatasan ini dikhawatirkan dapat mengganggu kelancaran distribusi pangan.

Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta, mengatakan, pandemi Covid-19 menyebabkan disrupsi pada sektor ekonomi karena sebagian masyarakat kehilangan mata pencahariannya. Untuk memastikan agar masyarakat terdampak dan masyarakat prasejahtera, dapat tetap mengakses komoditas pangan dengan harga terjangkau, maka ketersediaan pasokan yang cukup perlu jadi fokus pemerintah.

"Di tengah ketidakpastian yang saat ini kita sedang alami bersama, akses pada kebutuhan pangan bertambah penting dan harus terus terjamin bagi rakyat Indonesia. Semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengusaha maupun distributor pangan, harus bersinergi untuk menjaga ketersediaan dan akses pangan bagi masyarakat Indonesia," kata Felippa, dalam pernyataan tertulisnya diterima Republika.co.id, Kamis (1/7).

Selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahun lalu, 31 persen lebih rumah tangga Indonesia mengalami kekurangan makanan di bulan Mei 2020, menurut data Survey Frekuensi Tinggi Bank Dunia menunjukkan. Prevalensi yang lebih tinggi bagi rumah tangga yang berada di luar Jawa, prasejahtera dan yang pendapatannya terganggu, menunjukkan bahwa distribusi dan akses ekonomi berpengaruh kepada kerawanan pangan selama pandemi.

"Hampir semua sentra produksi pangan strategis di Indonesia berpusat di Pulau Jawa. Untuk itu, pelabuhan juga memainkan peran penting dalam proses distribusi ini. Namun yang lebih terpenting adalah pelaksanaan di lapangan yang memang harus sesuai aturan PPKM mikro darurat,” imbuh Felippa.

Ia mencontohkan komoditas beras yang mayoritas diproduksi oleh Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah dan produksinya tidak hanya didistribusikan di Jawa namun juga hingga keluar Jawa

Felippa melanjutkan, perlu diingat bahwa rantai pasokan makanan tidak hanya mencakup fasilitas pengolahan makanan tetapi juga meliputi pasokan pertanian serta bahan pengemasan dan industri pendukung makanan lainnya. Kekhawatiran dapat muncul dari para pengusaha industri pendukung makanan lainnya ini.

Penelitian CIPS merekomendasikan, perlunya memastikan penerapan protokol pencegahan dan penanganan Covid-19, termasuk akses kepada vaksinasi,  bagi para pekerja di garda terdepan sektor pangan dan juga tempat penyimpanan dan pengiriman bahan pangan. Izin untuk beroperasi dan mobilisasi juga harus dijamin tidak hanya untuk untuk industri pengolahan pangan pokok, namun juga bagi industri pendukungnya.

Pemerintah telah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial sebanyak Rp 408,8 triliun untuk tahun 2021, untuk mendistribusikan bantuan dan program-program pemerintah guna meringankan beban masyarakat akibat disrupsi ekonomi selama pandemi.

Sebagian besar program merupakan lanjutan dari tahun lalu, di antaranya program Kartu Sembako yang juga dikenal sebagai Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) sebesar Rp 200 ribu per bulan per keluarga hingga akhir tahun bagi 18,8 juta keluarga penerima manfaat (KPM).

Bansos Tunai (BST) serta Bansos Program Keluarga Harapan (PKH) tahun 2021 yang masing-masing ditargetkan menjangkau 10 juta KPM di seluruh Indonesia diharapkan dapat membantu meringankan masyarakat yang rentan selama pemberlakuan PPKM mikro darurat.

PPKM mikro darurat diketahui akan membatasi jam operasi pusat perbelanjaan, restoran dan tempat berjualan, pasar dan supermarket serta mengurangi jumlah orang yang bekerja di kantor berdasarkan status lokasi kantor tersebut serta meniadakan kegiatan masal di tempat-tempat ibadah.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement