Jumat 02 Jul 2021 02:56 WIB

Mendes PDTT Sebut Transmigrasi Masih Diperlukan

Transmigrasi telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan negeri.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Muhammad Fakhruddin
Warga berada diatas perahu melintasi rumah bantuan dari pemerintah di Desa Leppe, Kecamatan Soropia, Konawe, Sulawesi Tenggara, Selasa (1/6/2021). Sebanyak 65 unit rumah dibangun oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi bagi masyarakat pesisir laut namun sebagian belum dihuni sebab sebagian warga protes karena peruntukannya oleh pemerintah desa setempat diduga tidak tepat sasaran.
Foto: ANTARA/Jojon
Warga berada diatas perahu melintasi rumah bantuan dari pemerintah di Desa Leppe, Kecamatan Soropia, Konawe, Sulawesi Tenggara, Selasa (1/6/2021). Sebanyak 65 unit rumah dibangun oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi bagi masyarakat pesisir laut namun sebagian belum dihuni sebab sebagian warga protes karena peruntukannya oleh pemerintah desa setempat diduga tidak tepat sasaran.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menegaskan kembali program transmigrasi masih tetap perlu dilakukan. Sebab ia membeberkan telah banyak kontribusi transmigrasi selama ini dalam membangun negeri.

Menurut Halim Iskandar, transmigrasi telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan negeri sejak pertama kali dilakukan proses pemindahan penduduk, tepatnya pada 12 Desember 1950 di era pemerintahan presiden Soekarno.

"Transmigrasi pertama memberangkatkan 25 KK dengan total 98 jiwa ke lokasi transmigrasi di Lampung dan Lubuk Linggau," kata Halim Iskandar saat Kuliah Online bertajuk "Kontribusi Transmigrasi Membangun Negeri," Kamis (1/7).

Halim Iskandar menjelaskan, istilah transmigrasi dicetuskan pertama kali oleh Bung Karno pada tahun 1972. Kemudian ditindaklanjuti oleh Wakil Presiden Bung Hatta dalam Konferensi Ekonomi di Kaliurang, Yogyakarta pada 3 Pebruari 1964.

"Tujuan utama dan pertama pelaksanaan transmigrasi adalah mendukung pembangunan industrialisasi di luar Jawa. Jadi sudah jauh jangkauan para founding fathers kita saat itu," jelas Gus Halim, sapaan akrabnya.

Ia melanjutkan, sejarah telah membuktikan bahwa transmigrasi adalah salah satu solusi untuk menjawab persoalan pembangunan negeri khususnya pembangunan di luar Pulau Jawa, dan hingga saat ini.

Dalam perjalanannya, transmigrasi sudah beberapa kali mengalami perubahan regulasi menyesuaikan perkembangannya. Mulanya, pada 1950 hingga 2009 transmigrasi berorientasi pada perpindahan penduduk dari Pulau Jawa ke pulau lain yang penduduknya masih sangat jarang.

Kemudian ada perubahan regulasi pada 2009 hingga saat ini, paradigma transmigrasi adalah adanya revitalisasi kawasan transmigrasi sebagai pusat pertumbuhan baru menuju transmigrasi di era digital 4.0.

"Artinya, hari ini tidak bicara tentang penambahan kawasan tapi revitalisasi dan intensifikasi kawasan yang sudah ada," kata Gus Halim.

Kalau transmigrasi yang sudah ada itu sudah dianggap maksimal dan jika diperlukan akan dibuka kawasan baru dengan paradigma yang berubah total. Misalnya jumlah lahan harus naik, lokasinya dalam bentuk hamparan, kedepan transmigrasi tidak boleh dikelola secara manual.

"Karena prinsipnya transmigrasi tidak boleh memindahkan satu masalah dari tempat lama menjadi masalah baru di tempat baru" pungkas Menteri Halim.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement