Jumat 02 Jul 2021 13:43 WIB

Komentari Penyelidikan ICC, Palestina Kecam Presiden Jerman

Pernyataan Presiden Jerman dinilai terlalu mencampuri pekerjaan dan keputusan ICC

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
 Issat Al-Masri, 18, berdiri untuk potret di kamar tidurnya yang dirusak oleh penembakan sebelum gencatan senjata yang menghentikan perang 11 hari antara penguasa Hamas Gaza dan Israel, Rabu, 26 Mei 2021, di Beit Hanoun, Jalur Gaza.
Foto: AP/John Minchillo
Issat Al-Masri, 18, berdiri untuk potret di kamar tidurnya yang dirusak oleh penembakan sebelum gencatan senjata yang menghentikan perang 11 hari antara penguasa Hamas Gaza dan Israel, Rabu, 26 Mei 2021, di Beit Hanoun, Jalur Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM - Kementerian Luar Negeri Palestina mengecam klaim Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier soal yurisdiksi Pengadilan Kriminal International (ICC). Menurutnya ICC tidak memiliki yurudiksi untuk menyelidiki kejahatan perang Israel.

Kemenlu Palestina menilai pernyataan pejabat negara tersebut adalah penyimpangan dari aturan hukum internasional. Kemenlu juga menegaskan bahwa pernyataan Presiden Jerman terlalu mencampuri pekerjaan dan keputusan ICC.

Baca Juga

Steinmeier mengatakan kepada surat kabar Israel Haaretz bahwa negaranya menganggap ICC tidak memiliki yurisdiksi untuk menyelidiki Israel karena tidak ada negara Palestina. "Status Negara Palestina di tingkat internasional sebagai negara dengan segala hak dan kewajiban, tidak tunduk pada presiden Jerman atau pendapat negaranya." kata Kemenlu Palestina dikutip dari laman Middle East Monitor, Jumat (2/7).

Kemenlu Palestina meminta menteri Jerman untuk berhenti memberikan Israel impunitas dari akuntabilitas dan hukuman serta menganggapnya sebagai negara di atas hukum.

Maret lalu, ICC mengumumkan pihaknya membuka penyelidikan atas kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel di wilayah Palestina yang diduduki. Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor mantan Jaksa Fatou Bensouda mengatakan penyelidikan akan mencakup kejahatan yang dilakukan sejak 13 Juni 2014 di Tepi Barat yang diduduki, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement