REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah resmi menerapkan kebijakan PPKM Darurat mulai 3 - 20 Juli 2021 di Jawa Bali. Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani meminta pemerintah lakukan sinkronisasi dan koordinasi pusat-daerah agar tidak menjadi kebijakan mandul dan tidak efektif.
"Bukankah ujung tombak pelaksanaan PPKM Darurat ada di Pemda? Jangan sampai kebijakan jadi mandul dan tidak efektif karena kurangnya koordinasi pusat-daerah," kata Netty dalam keterangan tertulisnya dikutip Jumat (2/7).
Dalam draf kebijakan PPKM Darurat yang diterima oleh media, diantaranya mengatur work from home sesuai sektor, pembatasan mall dan resto serta peniadaan kegiatan sekolah tatap muka, seni budaya, sosial kemasyarakatan, dan peribadatan. Netty meminta Pemerintah melakukan sinkronisasi dan koordinasi kebijakan dengan pemda agar tidak terjadi kebingungan dan penolakan.
"Pemerintah harus menjelaskan bagaimana penerapan PPKM Darurat di lapangan. Apa yang membedakan PPKM darurat dari kebijakan PPKM Mikro dan PSBB? Indikatornya harus di-break down, jangan hanya ganti istilah yang membuat lelah publik," ujarnya.
Politikus PKS itu juga menilai kebijakan PPKM Darurat sebagai langkah terlambat. Seharusnya kebijakan tarik rem darurat sudah dilakukan sejak awal, sebagai bentuk keseriusan pemerintah melakukan pengetatan mobilitas.
"Ini kan jadi seperti terlambat menyadari bahaya," ucapnya.
"Bukankah para epidemilog dan asosiasi tenaga kesehatan sudah mengingatkan akan terjadinya ledakan kasus sejak lama, bahkan dengan adanya varian virus baru," ujarnya menambahkan.
Netty berharap, ditunjuknya Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Marves), Luhut Binsar Panjaitan sebagai pengendali kebijakan PPKM Darurat Jawa Bali dapat memperbaiki keadaan. "Akan tetapi, kita harus pastikan bahwa kebijakan penanganan pandemi harus kembali berorientasi kepada kesehatan dan keselamatan masyarakat, yang akhirnya akan kembali memulihkan perekonomian," tuturnya.