REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Selama periode 25 Juni-1 Juli 2021, Gunung Merapi mencatat 39 kali guguran awan panas. Sebanyak 10 kali ke barat daya berjarak luncur maksimal 2.000 meter dan 29 kali ke tenggara berjarak luncur maksimal 3.000 meter.
Hujan abu dilaporkan terjadi di beberapa wilayah sektor tenggara pada 25 Juni 2021. Guguran lava pijar teramati sebanyak 100 kali ke arah barat daya dengan jarak luncur maksimal 2.000 meter dan 26 kali ke tenggara 1.200 meter.
Volume kubah lava di sektor barat daya sebesar 1.680.000 meter kubik dengan laju pertumbuhan 11.800 meter kubik per hari. Analisis morfologi puncak pada 1 Juli menunjukkan perubahan tinggi kubah tengah 0,5 meter lebih rendah dari 24 Juni.
Pekan ini, terjadi hujan di dengan intensitas curah hujan 123 milimeter per jam selama 70 menit di Pos Kaliurang pada 28 Juni 2021. Namun, tidak dilaporkan terjadi lahar maupun penambahan aliran sungai-sungai yang berhulu di Merapi.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida mengatakan, aktivitas vulkanik Merapi masih cukup tinggi berupa erupsi efusif. Karenanya, status aktivitas masih ditetapkan siaga.
Potensi bahaya berupa guguran lava dan awan panas di sektor tenggara-barat daya sejauh maksimal tiga kilometer ke arah Sungai Woro. Serta, lima kilometer ke arah Sungai Gendol, Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng dan Sungai Putih.
"Sedangkan, lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius tiga kilometer dari puncak," kata Hanik, Jumat (2/7).
Masyarakat masih diminta tidak melakukan kegiatan di daerah potensi bahaya dan mewaspadai bahaya lahar, terutama saat hujan. Penambangan di alur sungai-sungai yang berhulu di Merapi dalam KRB III juga direkomendasikan untuk dihentikan.
"Pelaku wisata direkomendasikan untuk tidak melakukan kegiatan di daerah potensi bahaya dan bukaan kawah sejauh lima kilometer dari puncak Gunung Merapi," ujar Hanik.