Ahad 04 Jul 2021 07:10 WIB

Larangan Meratapi Mayit

Dibolehkan belasungkawa selama tiga hari untuk mayit.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Larangan Meratapi Mayit. Foto ilustrasi: Pekerja mengecat peti jenazah di halaman belakang Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat (2/7/2021). Pemkot Surabaya membuat peti jenazah bagi warga yang membutuhkannya sebagai upaya untuk mengantisipasi antrean pemulasaraan jenazah dengan protokol COVID-19.
Foto: ANTARA/Didik Suhartono
Larangan Meratapi Mayit. Foto ilustrasi: Pekerja mengecat peti jenazah di halaman belakang Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat (2/7/2021). Pemkot Surabaya membuat peti jenazah bagi warga yang membutuhkannya sebagai upaya untuk mengantisipasi antrean pemulasaraan jenazah dengan protokol COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Apabila ada salah seorang dari keluarga atau kerabat wafat, hendaknya seorang muslim tidak meratapi kepergiannya.

Dikutip dari buku Shalat Jenazah karya Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al Jibrin, dibolehkan menangisi mayit asal jangan meraung-raung. Sebab Rasulullah ﷺ juga menangis ketika wafat putra beliau yang bernama Ibrahim, namun beliau tidak meratap atau meraung.

Baca Juga

Haram hukumnya meraung dan meratap atas kematian seseorang. Termasuk meraung: menyebut-nyebut jasa-jasa si mayit, seperti mengatakan, "Oii fulan yang dermawan... Oii fulan yang baik hati".

An-Niyahah (ratapan) adalah tangisan dan rengekan seperti suara rengekan burung merpati. Perbuatan tersebut dilarang sebab hal itu menunjukkan penentangan (rasa tidak puas) terhadap takdir.