Ahad 04 Jul 2021 13:58 WIB

Kaum Muda China Mulai Terapkan Tren Hidup Anti-Materialis

Tren anti-materialis berkembang di China sebagai penangkal hidup penuh tekanan.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nora Azizah
Tren anti-materialis berkembang di China sebagai penangkal hidup penuh tekanan.
Foto: ANTARA/M. Irfan Ilmie
Tren anti-materialis berkembang di China sebagai penangkal hidup penuh tekanan.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Muak dengan stres kerja, Guo Jianlong berhenti dari pekerjaannya di surat kabar di Beijing. Dia pindah ke gunung di barat daya Cina untuk hidup lebih santai.

Dilansir dari AP, Ahad (4/7), Guo bergabung dengan segelintir profesional perkotaan Cina yang merasa lelah dengan kehidupan yang begitu cepat. Pria berusia 44 tahun ini memilih menjadi penulis lepas di Dali, sebuah kota di provinsi Yunnan yang terkenal dengan arsitektur tradisional dan pemandangannya yang indah. Dia menikahi seorang perempuan yang ditemui di sana.

Baca Juga

"Pekerjaan itu baik-baik saja, tetapi saya tidak terlalu menyukainya. Apa yang salah dengan melakukan hal karena diri sendiri, tidak hanya melihat uang?" kata Guo.

Keputusan Guo ini dikenal dengan istilah "tang ping". Tren yang berkembang sebagai penangkal tekanan masyarakat untuk mencari pekerjaan dan berkinerja baik saat bekerja dalam shift panjang.

Tren ini menggemakan tren serupa di Jepang dan negara-negara lain. Kaum muda telah menganut gaya hidup anti-materialis dalam menanggapi prospek pekerjaan yang suram dan persaingan sengit untuk mendapatkan imbalan ekonomi yang menyusut.

Novelis Liao Zenghu menyatakan di Caixin, gerakan ini mencoba melawan siklus horor dari sekolah-sekolah Cina yang bertekanan tinggi dilanjutkan dengan  pekerjaan yang tampaknya tak ada habisnya.

"Dalam masyarakat saat ini, setiap gerakan kami dipantau dan setiap tindakan dikritik. Apakah ada tindakan yang lebih memberontak daripada sekadar lie flat?" tulis Liao merujuk pada istilah tang ping.

Karyawan perkotaan mengeluh bahwa jam kerja membengkak menjadi "996" atau menunjukan kondisi mereka harus masuk pukul 09.00 dan pulang hingga pukul 21.00 dalam enam hari per pekan. "Kami umumnya percaya bahwa perbudakan telah hilang. Bahkan baru beradaptasi dengan era ekonomi baru,” kata seorang wanita yang menulis dengan nama Xia Bingbao atau Summer Hailstones, di layanan media sosial Douban.

Xia menolak argumen bahwa orang-orang muda yang memilih hidup lebih santai menyerah pada kesuksesan ekonomi. "Ketika sumber daya semakin terfokus pada beberapa orang di kepala dan kerabat mereka, tenaga kerja menjadi murah dan dapat diganti.Apakah masuk akal untuk mempercayakan nasib Anda pada pemberian kecil dari orang lain?" ujarnya.

Beberapa lulusan elit berusia 20-an yang seharusnya memiliki prospek pekerjaan terbaik mengatakan bahwa mereka lelah dari neraka ujian sekolah menengah dan universitas. Mereka melihat tidak ada gunanya membuat lebih banyak pengorbanan.

"Mengejar ketenaran dan kekayaan tidak menarik bagi saya. Saya sangat lelah," kata mahasiswa pascasarjana berusia 25 tahun, Zhai Xiangyu.

Sedangkan beberapa profesional memilih untuk melakukan pensiun dini, contohnya Xu Zhunjiong. Seorang manajer sumber daya manusia di Shanghai ini mengatakan berhenti pada usia 45 tahun.

Rentang usia ini masih satu dekade sebelum usia pensiun minimum yang sah bagi perempuan. "Saya ingin pensiun dini. Saya tidak ingin bertarung lagi. Aku akan pergi ke tempat lain," kata Xu.

Tidak jelas berapa banyak orang yang berhenti dari pekerjaan atau pindah dari kota-kota besar. Tapi, Partai Komunis yang berkuasa berusaha untuk mencegah tren tersebut.

"Perjuangan itu sendiri adalah semacam kebahagiaan. Memilih untuk lie flat dalam menghadapi tekanan tidak hanya tidak adil tetapi juga memalukan," ujar surat kabar Southern Daily yang diterbitkan oleh partai tersebut.

Tanda ketidaksenangan resmi pemerintah atas tren ini pun terlihat dari menghilangnya kaos, kasing ponsel, dan produk bertema Lie Flat lainnya  dari platform penjualan daring.

Beijing membutuhkan profesional yang terampil untuk mengembangkan teknologi dan industri lainnya. Populasi Cina semakin tua dan kumpulan orang usia kerja telah menyusut sekitar 5 persen dari puncaknya pada 2011.

Data resmi menunjukkan pengeluaran ekonomi Cina per orang berlipat ganda selama dekade terakhir. Namun, banyak yang mengeluh bahwa keuntungan itu sebagian besar jatuh ke segelintir taipan dan perusahaan milik negara. Para profesional mengatakan pendapatan mereka gagal untuk mengimbangi melonjaknya perumahan, perawatan anak, dan biaya lainnya.

Ribuan orang melampiaskan frustasi secara daring setelah pengumuman Partai Komunis pada Mei bahwa batas kelahiran resmi akan dilonggarkan untuk memungkinkan semua pasangan memiliki tiga anak, bukan dua. Partai tersebut telah memberlakukan pembatasan kelahiran sejak 1980. Upayan ini sebelumnya dilakukan untuk menahan pertumbuhan penduduk.

Beberapa menit setelah pengumuman tersebut, situs web dibanjiri keluhan. Langkah tersebut tidak membantu orang tua mengatasi biaya penitipan anak, jam kerja yang panjang, perumahan yang sempit, diskriminasi pekerjaan terhadap ibu, dan kebutuhan untuk merawat orang tua yang lanjut usia. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement