Senin 05 Jul 2021 07:08 WIB

Bentrokan Militer Myanmar dan Penentang Junta, 25 Meninggal

Pasukan Pertahanan Rakyat telah didirikan penentang junta di banyak bagian Myanmar.

Rep: rizky jaramaya/ Red: Hiru Muhammad
Demonstran berbaris di jalan selama protes di Yangon, Myanmar 1 Juli 2021,
Foto: Reuters
Demonstran berbaris di jalan selama protes di Yangon, Myanmar 1 Juli 2021,

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON--Pasukan keamanan Myanmar terlibat bentrok dengan penentang kudeta di wilayah Sagaing, sekitar 300 kilometer dari utara Naypyidaw. Media Myanmar pada Ahad (4/7) melaporkan, sedikitnya 25 orang meninggal dunia dalam bentrokan itu.

Harian Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah mengatakan, teroris bersenjata telah menyergap pasukan keamanan yang berpatroli di wilayah Sagaing. Bentrokan menewaskan salah satu dari mereka dan melukai enam orang. Para penyerang mundur setelah pasukan keamanan melakukan pembalasan. 

Seorang warga Depayin, yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, empat truk militer menurunkan tentara di desa itu pada Jumat (2/7) pagi. Para pemuda dari Angkatan Pertahanan Rakyat setempat, yang dibentuk untuk menentang junta, mengambil posisi untuk menghadapi mereka. Namun, para pemuda itu hanya memiliki senjata darurat dan dipaksa mundur oleh senjata yang lebih berat dari pasukan keamanan.

"Ada orang yang sekarat di pertanian dan di dekat rel kereta api. Mereka (tentara) menembak semua yang bergerak," kata warga lain, yang mengatakan pamannya termasuk di antara yang tewas.

Situs web  BBC Burma dan Than Lwin Khet News melaporkan, 25 orang meninggal akibat bentrokan. Sementara kantor berita Myanmar Now menyebutkan jumlah korban tewas tidak kurang dari 31 dan sekitar 10 ribu orang telah meninggalkan daerah itu.

Pasukan Pertahanan Rakyat Depayin mengatakan di halaman Facebook-nya bahwa 18 anggotanya telah tewas dan 11 lainnya terluka. Pasukan Pertahanan Rakyat telah didirikan oleh penentang junta di banyak bagian Myanmar. Beberapa dari mereka bekerja sama dengan Pemerintah Persatuan Nasional yang didirikan sebagai oposisi administrasi militer.

Sekitar puluhan kelompok etnis bersenjata telah bertempur selama beberapa dekade di perbatasan Myanmar. Tetapi Depayin berada di jantung mayoritas etnis Bamar, yang juga mendominasi angkatan bersenjata.

Kekerasan yang terjadi sejak kudeta, telah membuat lebih dari 230 ribu orang meninggalkan rumah mereka. PBB mengatakan, lebih dari 880 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejak kudeta dan lebih dari 5.200 ditahan.

Pihak berwenang militer mengatakan, angka-angka ini tidak benar, tetapi belum memberikan perkiraan mereka sendiri. Tentara mengatakan asumsi kekuasaannya sejalan dengan konstitusi. Mereka menuduh da kecurangan dalam pemilihan umum pada November lalu, yang dilakukan oleh partai Aung San Suu Kyi. Tuduhan itu dibantah  komisi pemilihan umum sebelumnya. 

 

 

sumber : reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement