REPUBLIKA.CO.ID, CAPETOWN -- Vaksin anti-COVID-19 buatan perusahaan farmasi AS Pfizer dan Johnson & Johnson (J&J) yang digunakan di Afrika Selatan (Afsel) diklaim lebih efektif melawan virus corona varian delta. Hal itu disampaikan sejumlah ahli kesehatan di Afsel.
Varian beta, yang pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan, menyebabkan gelombang kedua pada awal tahun ini. Varian delta, yang pertama kali terdeteksi di India, mendorong gelombang ketiga saat ini di Afrika Selatan. Akibatnya, peningkatan pembatasan penguncian karena jumlah infeksi dan kematian telah melampaui dua gelombang sebelumnya.
Dalam jumpa pers yang dipimpin oleh Penjabat Menteri Kesehatan Mmamoloko Kubayi, para ahli mengatakan, hasil penelitian laboratorium dan studi lapangan telah menunjukkan bahwa vaksin tersebut efektif melawan virus delta.
"Apa yang telah kita lihat dalam pekerjaan in vitro adalah bahwa vaksin J&J bekerja lebih baik melawan varian delta dan menjadi lebih baik dari waktu ke waktu terkait varian delta dan beta," kata Profesor Glenda Gray sebagai Presiden dan CEO South African Medical Dewan Riset dilansir dari Livemint pada Senin (5/7).
Gray mengatakan belum ada kebutuhan untuk mendapatkan suntikan booster dari vaksin J&J. Mengacu pada penelitian sejauh ini, dia mengatakan satu suntikan bekerja sama baiknya dengan dua dosis yang diberikan kepada petugas kesehatan selama satu periode.
"Satu suntikan vaksin J&J bekerja melawan varian delta dan beta yang menjadi perhatian pada delapan bulan," kata Gray.
Sementara itu, Profesor Penny Moore dari University of Witwatersrand mengonfirmasi data laboratorium yang ada menunjukkan, vaksin yang saat ini digunakan di Afrika Selatan bekerja lebih baik terhadap varian delta daripada varian beta.
"Sebagian besar, epidemi kami sekarang di Afrika Selatan didorong oleh varian delta, jadi sangat penting bagi kami untuk memahami bagaimana varian itu bereaksi terhadap berbagai vaksin yang kami miliki di Afrika Selatan," ujar Moore.
Moore menyampaikan, terhadap vaksin Pfizer, antibodinya sangat bagus pada 1.000, (tetapi) dengan vaksin AstraZeneca antibodi turun hingga 146. Ini menunjukkan bahwa vaksin tidak akan bekerja dengan baik melawan varian beta.
"Tapi, ketika kita melihat varian delta yang kini beredar di Afrika Selatan, jumlahnya kembali naik lagi," kata Moore.
WHO sebelumnya menyatakan keprihatinan tentang kemungkinan gelombang baru di Eropa karena varian delta, yang telah terdeteksi di lebih dari 25 negara di seluruh dunia. Varian delta lebih menular daripada dua varian sebelumnya.