REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa dan Bali memiliki konsekuensi bagi sejumlah sektor usaha. Salah satunya hotel dan restoran yang kembali mengalami tekanan. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menuturkan, okupansi hotel yang sebelumnya sudah tertekan dipastikan kembali merosot.
Ketua PHRI Jakarta, Sutrisno Iwantono, mengatakan, sebelumnya okupansi hotel sudah mulai meningkat ke level 20-40 persen. Namun, akibat kebijakan tersebut diperkirakan kembali merosot dan tersisa 10-15 persen. Okupansi itu tanpa memperhitungkan hotel yang dijadikan tempat isolasi mandiri penderita Covid-19.
"Situasi memang sangat sulit sehingga pada prinsipnya kami memahami kebijakan yang dilakukan pemerintah. Tentu kita akan memberikan respons sebaik-baiknya agar pandemi segera berakhir," kata Sutrisno dalam konferensi pers virtual, Senin (5/7).
Ia mengakui terjadi pembatalan pesanan, baik itu kamar maupun kegiatan pertemuan hingga pernikahan. Hal itu kemungkinan akan memberikan potensi perselisihan antara pihak hotel dan konsumen utamanya soal pengembalian pembayaran.
Adapun restoran juga mengalami penurunan permintaan. Kebijakan pemerintah yang hanya memperbolehkan pesan antar untuk restoran, membuat pengelola hanya mengharapkan penjualan secara daring.
"Restoran tidak terlalu bisa mengharapkan penjualan online, paling tidak hanya bisa mencapai 10-20 persen (dari permintaan normal). Saya tidak katakan ini ekstrem tapi memang pada dasarnya angka-angka menurun," ujarnya.
Situasi itu membuat pengelola hotel dan restoran mengalami kesulitan keuangan. Demikian juga penutupan mal yang secara langsung berimbas pada restoran-restoran yang beroperasi di dalamnya. Karena itu, Sutrisno mengatakan, PHRI Jakarta menyampaikan beberapa rekomendasi agar hotel dan restoran mendapatkan sedikit bantuan menghadapi dampak dari PPKM darurat.
Pertama, pihaknya mengharap agar biaya listrik tidak lagi membebankan ke hotel dan restoran dengan abodemen atau dibayar sesuai pemakaian. Pasalnya, penggunaan listrik selama pandemi kerap kali tidak mencapai biaya abodemen dalam situasi normal.
"Lalu kita harapkan ada diskon 30-50 persen selama PPKM darurat ini," ujarnya.
PHRI Jakarta juga mengharapkan ada keringaan biaya penggunaan air tanah sebesar 30-50 persen.
Kedua, pengurangan beban pajak seperti PB1, Pph, Ppn dan lain-lain melalui skema incentive atau cashback. Lalu adanya keringanan atau subsidi biaya sewa dan service charge restoran yang di Mall yang terkena imbas atas penutupan mall selama PPKM mikro.
Ketiga, dukungan keringanan beban usaha yang merupakan biaya tetap, meliputi pembebasan perpanjangan perijinan-perijinan yang jatuh tempo pada periode PPKM darurat selama 3 – 20 Juli 2021.
Penundaan pemberlakuan peraturan-peraturan baru yang berdampak langsung terhadap potensi penambahan beban usaha, seperti rencana penerapan PNBP atas Pelayanan Penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), dan sebagainya.
Penghapusan/pemberian stimulus atau diskon pada Beban biaya atas BPJS Ketenagakerjaan, Pensiun dan Kesehatan. Juga penghapusan PPN bahan baku untuk restoran dalam rancangan PPN baru. "Karena hal ini akan memberatkankonsumen, sementara usaha restoran tidak bisa restitution PPN," ujarnya.
Selanjutnya, di bidang Ketenagakerjaan, diharapkan ada pemberlakukan unpaid leave, multi-tasking, serta pengalihan atas Perjanjian Tenaga Kerja Waktu tertentu menjadi Tenaga Kerja Harian, sebaiknya dapat didukung oleh Pemerintah, melalui Peraturan Menteri atau lainnya.
Pengajuan subsidi gaji karyawan hotel dan restoran yang terdampak selama PPKM darurat termasuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi karyawan yang dirumahkan.
Pemberian Paket kesehatan (vitamin) oleh Pemerintah untuk karyawan Hotel dan restoran, prosedurnya bisa diambil menggunakan BPJS Kesehatan karyawan tersebut.