Selasa 06 Jul 2021 07:09 WIB

Kota Bogor Krisis Tenaga Kesehatan

Saat ini, satu perawat di RSUD Kota Bogor melakukan penanganan untuk 15 pasien.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Ratna Puspita
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim
Foto: Republika/Shabrina Zakaria
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kurangnya tenaga kesehatan (nakes) masih menjadi kendala rumah sakit di Kota Bogor. Hingga saat ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) masih melakukan rekrutmen tenaga kesehatan.

Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim mengatakan, selain menghadapi keterbatasan tabung oksigen, Kota Bogor juga mengalami krisis tenaga kesehatan. "Ini tantangan kita bagaimana kita bisa mendapat nakes," kata Dedie, Selasa (6/7).

Baca Juga

Dedie mengatakan, tenaga kesehatan yang dibutuhkan mencakupi berbagai tugas seperti menjadi swabber, vaksinator, dan penanganan Covid-19. "Sekarang SDM-nya langka karena kebutuhan-kebutuhannya dimana-mana. Antara lain ada yang menjadi swaber, vaksinator, ditambah kebutuhan-kebutuhan rumah sakit tidak hanya di Bogor tapi seluruh RS di Indonesia," ujarnya. 

Saat ini, Dedie mengatakan, Kota Bogor membutuhkan lebih dari 200 orang tenaga kesehatan. Dari rekrutmen yang sedang dilakukan, ia mengatakan, diperkirakan baru tercapai hanya sekitar 20 orang. 

Namun, Dedie mengakui, Pemkot Bogor terus mencari sumber-sumber tenaga kesehatan yang kompeten. Terutama untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan di RS Perluasan RSUD Kota Bogor, atau yang dulunya dikenal sebagai RS Lapangan.

"Kalau 200 itu yang untuk kebutuhan isolasi, sementara kebutuhan di RSUD juga tinggi. Semua sama masalahnya, SDM-nya. Aktivasi RSUD Perluasan saja mungkin butuh berapa puluh lagi, itu juga belum terpenuhi," jelasnya.

Dirut Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor Ilham Chaidir menambahkan, tenaga kesehatan yang ada saat ini masih memiliki moril yang tinggi. Yakni, para tenaga kesehatan masih siap berjuang untuk pelayanan Covid-19. 

"Hanya, jumlah kecepatan kapasitas penambahan pasien dibandingkan dengan penambahan SDM dan ruangan tidak sebanding. Jadi masih banyak yang positif baru, terutama dari isoman," jelas Ilham. 

Ia mengatakan kondisi ini belum ideal. Misalnya, ia mengatakan, satu perawat seharusnya menangani enam pasien. Apalagi, penanganan pasien Covid-19 lebih berat karena harus menggunakan baju hazmat. 

Namun, Ilham memaparkan, saat ini, satu perawat melakukan penanganan untuk 15 pasien. Selain itu, kondisi seperti saat ini mengharuskan RSUD meningkatkan kapasitas. 

"Kalau SDM kita naikkan dengan kontingensi. Jadi yang rawat inap kita kurangi. Mau tidak mau sekarang hanya tersisa 56 (nakes) untuk rawat umum non-Covid19. Nanti kita target menjadi 341 nakes untuk Covid-19. Kita bertahap dulu," ucapnya.

Ketua DPRD Kota Bogor meminta agar Pemkot Bogor lebih aktif membuka komunikasi dengan pemerintah pusat agar diturunkannya bantuan ke Kota Bogor. Salah satunya untuk pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan.

Atang berharap pemerintah pusat juga bisa membantu menyiapkan. Sistem saling bantu antar daerah atau rekrutmen tenaga medis melalui kerja sama dengan perguruan tinggi kesehatan.

"Apa yang dilakukan pemkot saya kira sudah tepat dan sudah maksimal. Koordinasi dengan seluruh RS untuk penambahan ruangan, pengaktifan RS Lapangan, penambahan tempat isoman di berbagai tempat, percepatan vaksinasi, dan lainnya. Tapi akan lebih baik dan efektif jika ada campur tangan yang kuat dari pemerintah pusat dalam hal penyediaan nakes, oksigen dan obat-obatan," kata dia. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement