REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima lebih dari 2.600 pengaduan mengenai asuransi per Juni 2021. Tercatat, sebanyak 40 persen pengaduan terkait kesulitan nasabah dalam mencairkan klaimnya.
Dewan Komisioner Bidang Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara mengatakan, asuransi merupakan bisnis kepercayaan yang ditopang pilar perlindungan konsumen.
"Muncul beberapa kabar negatif di industri asuransi seperti gagal bayar asuransi pada media sosial, sehingga merugikan konsumen unit link,’’ ujarnya kepada wartawan seperti dikutip Selasa (6/7). Ini berdampak negatif terhadap reputasi industri asuransi.
Karena itu, otoritas menghadirkan ekosistem perlindungan konsumen yang memadai perlu dijaga demi mempertahankan kepercayaan mereka. OJK juga berupaya membangun ekosistem perlindungan konsumen dengan mengeluarkan serangkaian kebijakan yang harus ditaati perusahaan asuransi.
“Ada lima aspek yang menjadi perhatian otoritas. Mulai dari prinsip transparansi, perlakuan yang adil, keandalan produk, kerahasiaan dan keamanan data, serta penanganan pengaduan yang harus ada dan diikuti," kata Tirta.
Dari kelimanya, transparansi, keadilan, dan penanganan pengaduan menjadi prinsip yang utama seperti prinsip transparansi menjadi pondasi awal dan jembatan yang menghubungkan transaksi keuangan antara perusahaan dengan calon konsumen.
Pada kenyataannya, OJK masih menemukan sejumlah agen yang tidak memberikan penjelasan secara lengkap, benar dan transparan mengenai manfaat serta risiko produk asuransi kepada calon konsumen.
“Umumnya, mereka hanya menjelaskan manfaat dan hasil investasi tapi tidak menjelaskan risiko produk secara lengkap. Akibatnya, masih banyak masyarakat keliru memahami produk unit link sebagai investasi atau tabungan ketimbang proteksi,” ucapnya.