REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dessy Suciati Saputri, Sapto Andika Candra
Kenaikan kasus Covid-19 di Tanah Air masih terus memecahkan rekor. Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah telah memperhitungkan skenario terburuk kasus Covid-19.
"Kita sudah hitung worst-case scenario. Jika lebih dari 40 ribu (kasus per hari), bagaimana suplai oksigen, obat, dan rumah sakit, semua sudah kami hitung," ujar Luhut dalam konferensi pers virtual yang disaksikan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden di Jakarta, Selasa (6/7).
Koordinator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat itu menyampaikan, Menteri Kesehatan juga telah menyiapkan ruang ICU massal di RS Asrama Haji Pondok Gede. "Kemarin Presiden sudah meninjau ke sana. Kami sudah siap, bisa menampung lebih dari 800 pasien. TNI juga sudah menggelar rumah sakit darurat yang mereka punya," ungkap Luhut.
Dia menegaskan, Indonesia telah mengerahkan semua kekuatan yang dimiliki. Dia meminta tidak ada pihak yang meragukan kemampuan Indonesia dalam mengatasi pandemi.
"Jangan ada yang underestimate Indonesia tidak bisa mengatasi. Sampai hari ini, yes (bisa). Tapi, kalau kasus lebih dari 40 ribu-50 ribu, kita akan buat skenario siapa nanti yang kita minta tolong, dan sudah mulai kita approach itu semua," ujar dia.
Mengenai suplai tabung oksigen, Luhut mengungkapkan tim juga sudah membuat skenario terburuk apabila ada 60 ribu-70 ribu kasus Covid-19 per hari. "Kita tidak berharap itu terjadi. Karena teman-teman TNI-Polri saya kira sudah melakukan penyekatan cukup baik," ujarnya.
Lebih jauh dia menyampaikan, pemerintah juga mengamati dengan cermat keadaan di luar Jawa yang sudah agak bergejolak. Dia meminta publik tidak memiliki kekhawatiran berlebihan mengenai hal tersebut.
Saat ini untuk mencegah lonjakan kasus, mobilitas harus ditekan. Luhut mengingatkan, perusahaan dan pemilik bisnis harus mematuhi ketentuan dalam PPKM Darurat. Perusahaan diminta memahami kategorisasi sektor esensial atau nonesensial yang berdampak pada pengaturan jumlah karyawan yang bekerja di kantor atau di rumah.
Pernyataan Luhut ini merujuk ke masih tingginya pergerakan warga dari dan ke luar DKI Jakarta selama pelaksanaan PPKM Darurat ini. Penyekatan yang dilakukan di perbatasan ibu kota malah memunculkan kemacetan parah kendaraan bermotor. Hal itu menunjukkan masih banyaknya perkantoran dan perusahaan yang mewajibkan karyawannya masuk kerja.
"Sanksi sudah dijelaskan dalam Instruksi Mendagri ada KUHP-nya itu pasal berapa saya enggak ingat. Itu bisa sanksinya di sana, jadi sudah clear itu," ujar Luhut.
Pengaturan mengenai kegiatan perkantoran dan usaha tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 tentang PPKM Darurat. Dalam Diktum ketiga jelas disebutkan bahwa pelaksanaan kegiatan sektor nonesensial diberlakukan 100 persen work from home (WFH).
Sementara itu, sektor esensial seperti keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non-penanganan karantina Covid-19, dan industri orientasi ekspor diatur 50 persen WFO dengan protokol kesehatan ketat.
Selanjutnya, sektor esensial pada sektor pemerintahan yang memberikan pelayanan publik yang tidak bisa ditunda pelaksanaannya diberlakukan 25 persen WFO dengan prokes.
Sektor kritis seperti energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan dan minuman serta penunjang, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek startegis nasional, konstruksi, utilitas dasar, serta pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat boleh 100 persen WFO dengan prokes.
Selanjutnya, supermarket, pasar tradisional, toko kelontong, dan pasar swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari beroperasi sampai pukul 20.00 dengan pengunjung 50 persen. Apotek dan toko obat boleh buka 24 jam.
"Untuk pelaku usaha, restoran, pusat perbelanjaan, transportasi umum sebagaimana dimaksud dalam diktum ketiga huruf c, d, e, dan j yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam instruksi ini dikenakan sanksi administratif sampai dengan penutupan usaha sesuai ketentuan perundang-undangan," bunyi diktum ke-10 aturan tersebut.
Selain itu, setiap orang yang terbukti melakukan pelanggaran dapat dikenakan sanksi dalam rangka pengendalian wabah penyakit menular.