REPUBLIKA.CO.ID, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan kegeramannya terhadap dua perusahaan non-esensial dan non-kritikal saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) terkait aturan 100 persen kerja dari rumah (work from home/WFH) selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, Selasa (6/7). Dua perusahaan itu adalah PT Ray White dan PT Equity Life.
Sidak yang dilakukan Anies di Sahid Sudirman Centre, Jakarta Pusat tersebut diunggah oleh Anies di akun Instagram, @aniesbaswedan. Kedua perusahaan yang disidak itu diketahui masih mewajibkan karyawannya ke kantor.
"Mana HRD-nya," tanya Anies pada karyawan PT Ray White di bagian awal video.
Kemudian, tampak seorang ibu sudah berdiri di hadapan Anies, lalu, orang nomor satu di DKI ini berujar, "Ibu Diana dan perusahaan ibu tidak bertanggung jawab. Ini bukan soal untung-rugi. Ini soal nyawa."
"Kita ini mau menyelamatkan nyawa orang dan orang-orang seperti ibu ini yang egois. Ini pekerja-pekerja ikut saja," ujar Anies dengan nada cukup tinggi saat memarahi seorang ibu dari bagian HRD PT Ray White.
Perempuan yang dibentak Anies itu tampak hanya terdiam saat Anies menegurnya dengan keras. Anies kemudian meminta pekerja di PT Ray White untuk menutup kantor dan karyawan untuk pulang ke rumah.
View this post on Instagram
Kemudian, dalam rekaman video status Instagram berikutnya, Anies terlihat melakukan sidak ke PT Equity Life dan dibuat geram karena masih ada karyawan yang bekerja dari kantor selama PPKM Darurat di tengah kewajiban WFH 100 persen pada perusahaan semacam itu. Anies makin makin dibuat geram ketika mengetahui bahwa salah satu karyawan yang datang ke kantor adalah seorang ibu hamil.
"Setiap hari kita nguburin orang pak. Bapak ambil tanggung jawab. Semua buntung Pak, enggak ada yang untung. Apalagi ada ibu hamil masuk," tutur Anies.
Anies pun menambahkan bahwa, "Ibu hamil kalau kena Covid mau melahirkan paling susah. Pagi ini saya terima laporan, satu ibu hamil meninggal. Kenapa? Melahirkan, Covid."
Anies pun memproses hukum pimpinan PT Ray White dan PT Equity. Dua perusahaan itu akan dijerat dengan dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
"Kepolisian akan memproses secara pidana, karena mereka melanggar undang-undang wabah," kata Anies.
Bahkan, Anies meminta staf yang menyertainya untuk memotret wajah orang yang bertanggung jawab di perusahaan-perusahaan tersebut dan mendata mereka. "Ini adalah orang-orang yang tidak bertanggung jawab, orang-orang yang memilih untuk membuat karyawannya ambil risiko," ucapnya.
Meski memastikan akan menjatuhkan hukuman, Anies menyatakan bahwa tujuan penjatuhan hukuman adalah untuk menegakkan aturan, bukan untuk memuaskan perasaan.
"Jadi bukan untuk menghukum sepuas-puasnya, tetapi menghukum sesuai dengan ketentuan perundangan. Ini adalah negara hukum, ini adalah negara diatur dengan tata aturan hukum. Karena itu, ketika memberikan sanksi bukan untuk memuaskan hati, tetapi sanksi untuk menegakkan aturan," tutur Anies.
Takut dipecat
Polda Metro Jaya menyebutkan alasan pegawai perusahaan non-esensial dan non-kritikal tetap bekerja di kantor atau work from office (WFO) saat PPKM darurat, karena khawatir dipecat manajemen perusahaan. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus mengatakan, salah satu alasan pemaksaan diri berangkat ke kantor karena khawatir dipecat perusahaan.
"Ada yang bilang bahwa dia akan dipecatlah kalau tidak masuk kerja. Padahal sudah ditentukan sektor pekerjaan yang non-esensial tidak boleh (WFO)," ujar Yusri di Jakarta, Selasa.
Sektor pekerjaan yang dianggap esensial dan kritikal tersebut diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Covid-19 di Wilayah Jawa dan Bali. Dalam Instruksi Mendagri itu terdapat aturan bahwa karyawan kantor untuk sektor non-esensial diwajibkan bekerja dari rumah.
Sedangkan, sektor esensial diminta 50 persen maksimal pekerja di kantor dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Faktanya, kata Yusri, pada hari kerja pertama selama PPKM Darurat, Senin, masih banyak pekerja pada sektor yang non esensial memaksakan diri untuk masuk kerja sehingga menimbulkan kemacetan di jalan.
Yusri mengatakan, petugas di lapangan pun sempat mendapat komplain dari pengguna jalan, dianggap penyebab kemacetan karena menjalankan tugas melakukan penyekatan. Masyarakat seakan tidak mau mengerti bahwa keberadaan petugas pemerintah daerah, polisi, dan TNI saat itu hanya menjalankan tugas untuk mengingatkan masyarakat agar tetap di rumah selama PPKM Darurat diberlakukan.
"Ini bukan untuk menyusahkan masyarakat, bukan untuk membuat Jakarta ini kosong, tidak. Kami mengingatkan masyarakat, sudah anda di rumah saja. Kalau yang non-esensial sudah mengerti bahwa tidak perlu kerja di lapangan, dia bekerja dari rumah saja, kami pun akan tenang," tutur Yusri.
Yusri menyatakan, Polda Metro Jaya mulai Selasa ini akan membentuk tim patroli pengecekan di kantor perusahaan non-esensial yang masih beroperasi. Ia menilai, keberadaan perusahaan yang tetap bandel tersebut perlu ditindak dengan tegas, karena di satu sisi telah melanggar aturan Undang-Undang Wabah Penyakit Menular.
Operasi Yustisi, kata Yusri, mengedepankan penindakan dari Pemerintah Daerah melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Ia mengatakan, dalam Operasi Yustisi, maka Satpol PP memiliki hak untuk menyegel atau memberikan sanksi tertinggi yaitu mencabut izin dari perusahaan tersebut.
Sedangkan, Satuan Tugas Penegak Hukum akan bertindak dengan menggunakan aturan perundang-undangan. "Ini mungkin di satu sisi, kami juga sudah menyampaikan ke tiga pilar di bawah. Baik RT, Babinsa, atau Bhabinkamtibmas, agar mengingatkan warganya supaya patuh dan taat kepada kebijakan pemerintah. Paling penting sekali (ketaatan) untuk tidak keluar, di rumah saja," tutup Yusri.