REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Sejumlah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di Provinsi Gorontalo mempersoalkan metode kritik BEM UI beberapa waktu lalu terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terkesan ditunggangi kepentingan politik praktis.
Pasalnya, BEM Provinsi Gorontalo menilai kritik berupa poster bertuliskan Jokowi The King of Lip Service yang dibuat BEM UI telah melecehkan Presiden yang merupakan simbol dan martabat negara.
Presiden BEM Universitas Ichsan (Unisan) Gorontalo, Zakaria yang merupakan Koordinator BEM se-Provinsi Gorontalo menyampaikan bahwa organisasi mahasiswa wajib memberikan kritik dan masukan kepada Pemerintah demi perbaikan ke depan.
Namun, lanjut Zakaria, kritik harus dilakukan pada hal yang subtansial, dan bukan bertujuan untuk mempermalukan atau menghina, apalagi ditujukan kepada seorang Kepala Negara.
"Menurut kami, kritik yang dilakukan BEM UI sangat subjektif dan merendahkan marwah Presiden. BEM UI hanya melihat dari kacamata mereka saja, dan tidak mewakili suara dari mahasiswa di daerah-daerah lainnya," kata Zakaria dalam keterangannya, Selasa (6/7).
Dalam pengantarnya, BEM Provinsi Gorontalo menjelaskan bahwa Pandemi Covid-19 telah mengakibatkan lumpuhnya aktivitas berbagai sektor negara dan masyarakat, baik kesehatan, ekonomi, maupun pendidikan. Hal ini sangat berdampak buruk bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Sebagai mahasiswa yang kritis, tanggung jawab etis dan moril harus kita perlihatkan untuk mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Persoalan pandemi ini seharusnya menggoda kita untuk terlibat membantu pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan yang ada," ujarnya.
Dia berpandangan, gerakan mahasiswa harus dikembalikan marwahnya, agar mendapat empati masyarakat. Negara Indonesia dengan sistem demokrasi telah memberi ruang seluas-luasnya untuk melayangkan kritik atau menyampaikan pendapat, namun tetap diatur dengan kaidah sopan santun.
"Menurut BEM se-Gorontalo, sebagai sebuah negara, pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi, menegakkan, dan memenuhi hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagai salah satu bagian dari HAM, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 28I ayat (4) UUD 1945. Namun tetap ada batasan-batasan agar kritik yang dilakukan konstruktif dan bertujuan untuk membangun, bukan justru sebaliknya yakni untuk menjatuhkan," kata dia.
Adapun beberapa poin pernyataan BEM Se-Provinsi Gorontalo antara lain, pertama, mengecam kritikan BEM UI berupa poster bertuliskan Jokowi The King of Lip Service yang telah merendahkan dan menghina Kepala Negara.
Kedua, menyatakan bahwa kritik subjektif yang dilakukan oleh BEM UI tidak mewakili seluruh mahasiswa Indonesia secara khusus mahasiswa Gorontalo.
Ketiga, mengajak semua mahasiswa Gorontalo dan mahasiswa di seluruh Indonesia untuk tidak terprovokasi dengan kritik subjektif yang dilakukan BEM UI dan beberapa BEM lainnya yang terkesan dan diduga ditunggangi kepentingan lainnya, khususnya pascapolemik pemberhentian 75 orang pegawai yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK.
Keempat, menduga kritik subjektif yang dilakukan oleh BEM UI dan berbagai BEM lainnya adalah upaya pengalihan isu dari beberapa kasus dan persoalan lainnya, seperti persoalan dana hibah luar negeri yang diterima oleh ICW, pemotongan masa hukuman mantan jaksa Pinangki, dan kasus-kasus hukum lainnya.
Kelima, mengajak mahasiswa Gorontalo dan mahasiswa di seluruh Indonesia untuk saat ini fokus membantu Pemerintah dan masyarakat dalam percepatan penanganan Covid-19 yang telah menelan banyak korban jiwa.