REPUBLIKA.CO.ID, Sepanjang 2020, sejak Januari hingga Desember, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat telah terjadi 2.925 bencana alam di negeri ini. Bencana alam itu kebanyakan berupa banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin beliung, kekeringan, hingga kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Kira-kira setahun lalu, sebuah tabloid nasional memuat tulisan dengan judul pertanyaan yang menggoda, "Apakah Tuhan itu baik?" Anehnya, dalam kaitannya dengan bencana alam yang menelan banyak korban orang miskin, kebaikan Tuhan dipertanyakan. Tapi, ketika manusia mendapat air dan udara bersih yang menyehatkan dikatakan, "Ini atas kebaikan alam". Kebaikan Tuhan dilupakan.
Benarkah bencana merupakan kejahatan Tuhan? Alquran menjawab. Pertama, bencana terjadi karena ulah tangan-tangan manusia langsung.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar Rum 41)
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“ Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS As Syura 30)
Banjir karena penggundulan hutan, hutan yang gundul tidak dapat menyimpan air dan air hujan melimpah menjadi banjir, tanah pun menjadi longsor. Kecelakaan lalu lintas adalah ulah manusia sendiri. Cuaca menjadi tidak menentu disebabkan oleh pemanasan global akibat tangan manusia. Demikian seterusnya.
Kedua, bencana bukan ulah manusia langsung, melainkan sebagai hukuman Tuhan atas kezaliman manusia. Gempa bumi, tsunami, angin beliung, dan sebagainya tidak dilakukan tangan-tangan manusia. Kezaliman manusia pada diri sendiri artinya melakukan maksiat. Kezaliman pada orang lain artinya menganiaya, merugikan orang lain atau menyengsarakan rakyat.
Sejarah membuktikan. Gara-gara mengolok-olok Nabi Nuh, banjir besar me nimpa kaumnya. Karena mengingkari Nabi Hud, kaum 'Ad dibinasakan angin dahsyat, guruh yang menggelegar sehingga timbunan pasir.
Disebabkan perbuatan homoseksual dan lesbi, kaum Nabi Luth dihancurkan dengan gempa bumi, hujan batu sehingga rumah-rumah hancur dan tertimbun reruntuhan. Oleh karena kecurangan dalam perdagangan kaum Nabi Syuaib, Madyan dibinasakan angin yang sangat panas hingga musnah. Itulah kezaliman yang membawa bencana.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengingatkan umatnya tentang kemaksiatan yang merajalela.
لَمْ تَظْهَر الفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا، إِلا فَشَا فِيهِم الطَّاعُونُ، وَالأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِم الَّذِينَ مَضَوْا
"Tidaklah perbuatan keji merajalela pada suatu kaum, yang dipraktikkan secara terang-terangan di tengah-tengah mereka, melainkan pasti akan merebak wabah dan penyakit membinasakan yang belum pernah ada pada generasi sebelumnya". Hadits ini tampaknya sangat cocok dengan wabah Covid-19.
*Naskah ini penggalan artikel Rektor Unida Gontor, Prof KH Hamid Fahmy Zarkasyi, berjudul "Kebaikan Tuhan" yang terbit di Harian Republika, 21 Januari 2021.