Rabu 07 Jul 2021 21:58 WIB

Langkanya Obat Covid-19 Vs Janji Ketersediaannya di Apotek

IAI menyatakan masyarakat akan bisa mendapatkan obat Covid-19 di apotek.

Red: Andri Saubani
Polisi memeriksa penjualan jenis obat yang diatur dalam SK Menkes RI No. HK.01.07/MENKES/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) dalam masa pandemi COVID-19 saat sidak di salah satu apotek di Blitar, Jawa Timur, Rabu (7/7/2021). Selain melakukan pemantauan terhadap penjualan 11 jenis obat di sejumlah apotek di daerah itu, Satreskrim Polres Blitar juga memeriksa ketersediaan dan penyaluran oksigen di sejumlah distributor pengisian oksigen.
Foto: Antara/Irfan Anshori
Polisi memeriksa penjualan jenis obat yang diatur dalam SK Menkes RI No. HK.01.07/MENKES/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) dalam masa pandemi COVID-19 saat sidak di salah satu apotek di Blitar, Jawa Timur, Rabu (7/7/2021). Selain melakukan pemantauan terhadap penjualan 11 jenis obat di sejumlah apotek di daerah itu, Satreskrim Polres Blitar juga memeriksa ketersediaan dan penyaluran oksigen di sejumlah distributor pengisian oksigen.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh M Nursyamsi, Rr Laeny Sulistyawati, Antara

Holding BUMN farmasi mengakui saat ini terjadi kelangkaan obat-obatan untuk penanganan pasien Covid-19. Salah satu penyebab kelangakaan itu lantaran adanya keterlambatan pasokan bahan baku Redemsivir dari India yang sedang menerapkan lockdown.

Baca Juga

"Yang jadi masalah Redemsivir yang diimpor dari tujuh perusahaan farmasi di India tapi Indianya masih lockdown, upaya dari kami, produk Redemsivir dilakukan pengembangan dalam negeri yang akan diproduksi Kimia Farma," ujar Direktur Utama PT Kimia Farma (Persero) Verdi Budidarmo saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (7/7).

Verdi menyampaikan terdapat sejumlah aturan yang menetapkan proses distribusi obat-obatan hanya tersedia di pelayanan kesehatan seperti puskesmas hingga rumah sakit (RS). Sehingga, menurutnya, obat-obatan untuk penanganan Covid-19 memang tidak tersedia di apotek.

Direktur Utama PT Indofarma (Persero) Arief Pramuhanto tak menampik produksi obat-obatan untuk penanganan pasien Covid-19 belum optimal. Arief mencontohkan produksi Oseltamivir sebanyak 6 juta hingga Juni dari total kemampuan yang sebanyak 10 juta. Pun dengan Invermectin yang baru mampu memproduksi 8 juta butir per bulan.

"Mulai Agustus, kami bisa memproduksi Invermectin sebanyak 16 juta butir. Kalau dari sisi distribusi, kami akan memprioritaskan daerah hitam dan merah sehingga outlet-outlet yang daerah itu kita prioritaskan," kata Arief.

Direktur Utama PT Kimia Farma Verdi Budidarmo mengemukakan, obat terapi bagi pasien COVID-19 jenis Remdesivir ditargetkan beredar di pasaran mulai September 2021. Ia pun mengungkapkan kendala ketersediaan Remdesivir dalam rapat yang sama di DPR.

"Tantangan Remdesivir injeksi ke depan adalah hak patennya masih dimiliki perusahaan farmasi di Amerika Serikat," katanya, Rabu.

Verdi mengatakan percepatan pengadaan Remdesivir dalam bentuk jadi di Indonesia melalui impor dari India masih terkendala dengan situasi karantina wilayah di negara produsen. Dari tujuh perusahaan farmasi di Indonesia, katanya, saat ini seluruhnya masih mengandalkan importasi produk obat terapi Covid-19 dari India.

Upaya memproduksi Remdesivir di dalam negeri dimulai perusahaan farmasi nasional dengan berkoordinasi bersama Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) melalui Dirjen Kekayaan Intelektual, kata Verdi. Verdi berharap pemenuhan produk Remdesivir injeksi untuk kebutuhan di dalam negeri bisa diluncurkan mulai September 2021.

"Kami harapkan bisa launching pada September 2021. Kalau sekarang belum ada," katanya.

PT Kimia Farma sendiri saat ini sedang memproduksi dan mendistribusikan tiga varian obat terapi bagi pemulihan kesehatan pasien Covid-19. Ketiganya adalah jenis Azithromycin, Favipiravir, dan Remdesivir.

"Kimia Farma melakukan produksi Azithromycin tablet yang diproduksi oleh 33 perusahaan di Indonesia, di mana 19 perusahaan memproduksi Azithromycin generik salah satunya Kimia Farma," kata Verdi.

Verdi mengatakan, produksi Azithromycin telah didistribusi sejak Juni 2021 sebanyak 58 ribu kemasan dus. Setiap dus berisi 20 tablet.

Kimia Farma juga memproduksi Favipiravir yang ditargetkan bergulir sampai dengan 23 Juli 2021 sejumlah tujuh juta tablet. Verdi mengatakan, Favipiravir sudah memperoleh izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan telah didistribusikan ke berbagai rumah sakit melalui Kimia Farma Trading and Distribution.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement