Kamis 08 Jul 2021 06:44 WIB

Pemerintah akan Revisi Aturan Perkantoran pada PPKM Darurat

Mendagri segera revisi peraturan sektor esensial dan non-esensial, dan kritikal. 

Pemerintah segera merevisi peraturan soal kriteria perusahaan sektor esensial, non-esensial, dan kritikal, yang bisa melakukan kegiatan perkantoran pada masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. (Foto: Prajurit TNI berjaga di pos PPKM darurat di Kalimalang, Jakarta Timur)
Foto: ANTARA / Fakhri Hermansyah
Pemerintah segera merevisi peraturan soal kriteria perusahaan sektor esensial, non-esensial, dan kritikal, yang bisa melakukan kegiatan perkantoran pada masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. (Foto: Prajurit TNI berjaga di pos PPKM darurat di Kalimalang, Jakarta Timur)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah segera merevisi peraturan soal kriteria perusahaan sektor esensial, non-esensial, dan kritikal, yang bisa melakukan kegiatan perkantoran pada masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Rencana perubahan itu diambil seusai Koordinator PPKM Darurat Jawa-Bali yang juga Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menggelar rapat koordinasi dengan sejumlah pihak.

Luhut berkoordinasi tentang pengaturan kerja di kantor (Work From Office/WFO) bersama para menteri, gubernur, kapolda dan pangdam se-Jawa dan Bali. "Koordinator PPKM Darurat telah mengusulkan revisi untuk bidang-bidang yang dapat dimasukkan sebagai sektor esensial dan non-esensial seperti kritikal agar lebih sesuai dengan kebijakan masa PPKM Darurat," kata Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Dedy Permadi dalam keterangan pers virtual, Rabu (7/7).

Baca Juga

Usulan revisi kriteria sektor perkantoran meliputi:

1. Sektor keuangan dan perbankan, diusulkan hanya meliputi asuransi, bank yang berorientasi pada layanan pelanggan, dana pensiun dan lembaga pembiayaan.

2. Sektor teknologi informatika dan komunikasi meliputi operator seluler, data center, internet, pos dan media.

3. Industri berorientasi ekspor. Perusahaan harus menunjukkan bukti contoh dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) selama 12 bulan terakhir atau dokumen lain yang menunjukkan rencana ekspor dan wajib memiliki Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI)."Untuk semua bidang yang disebutkan tadi dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen staf," kata Dedy.

Sementara itu, bidang yang masuk sektor kritikal diusulkan melingkupi:

1. Kesehatan

2. Keamanan dan ketertiban masyarakat

3. Energi

4. Logistik, transportasi dan distribusi terutama untuk kebutuhan pokok masyarakat

5. Makanan dan minuman dan penunjangnya termasuk untuk ternak atau hewan peliharaan

6. Petrokimia

7. Semen dan bahan bangunan

8. Objek vital nasional

9. Proyek strategis nasional

10. Proyek konstruksi

11. Utilitas dasar seperti listrik air dan pengelolaan sampah.

"Untuk bidang kesehatan dan keamanan dan ketertiban masyarakat, dapat beroperasi maksimal dengan kehadiran staf 100 persen tanpa ada pengecualian. Untuk bidang energi sampai dengan utilitas dasar dapat beroperasi 100 persen dengan staf maksimal hanya produksi konstruksi dan pelayanan kepada masyarakat," kata Dedy.

Adapun, operasi perkantoran yang bertujuan mendukung operasional, kehadiran staf maksimal 20 persen. "Dalam waktu singkat Menteri Dalam Negeri akan segera melakukan revisi terhadap peraturan sektor esensial dan non-esensial, dan kritikal seperti tersebut di atas," kata Dedy.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement