REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pengadilan Prancis memberi hukuman pada 11 orang karena mengancam secara online remaja yang membuat video anti-Islam. Kasus ini memicu perdebatan sengit tentang kebebasan berbicara dan penghinaan agama.
Sebelumnya, remaja bernama Mila (18 tahun) harus pindah sekolah dan menerima perlindungan polisi karena ancaman pembunuhan dan hujatan daring. Pengadilan mengadili 13 orang berusia 18 hingga 30 tahun dari beberapa wilayah Prancis yang didakwa melecehkan Mila.
Menurut pengacara Mila, lebih 100 ribu pesan kasar termasuk ancaman pembunuhan ia terima. Hukuman percobaan jatuh pada 11 remaja yang berarti mereka tidak akan menjalani hukuman penjara, kecuali mereka dihukum karena pelanggaran lain. Sementara itu, beberapa dari mereka juga harus membayar denda sebesar 1.500 euro dan biaya hukum 1.000 euro.
Salah seorang dari mereka yang diadili menyebut Mila pantas digorok lehernya, sementara yang lain mengancam akan melakukan pelecehan seksual. Sejak kata-kata kasarnya terhadap Islam pada 2020, Mila menjadi sosok yang menggaungkan kebebasan berbicara. Sayangnya, kritikus di Prancis sengaja memprovokasi Islamofobia.
“Kami menang dan kami akan menang lagi. Saya ingin kita tidak pernah lagi membuat para korban merasa bersalah,” kata Mila, dikutip The Guardian, Kamis (8/7).
Kasus ini mendapat perhatian luas publik karena menyentuh isu-isu hangat, yakni, pelecehan dunia maya, hak untuk menghujat, dan sikap terhadap agama minoritas. Dalam video viral pertama yang diunggah di Instagram pada Januari 2020, Mila yang saat itu berusia 16 tahun menanggapi seorang anak laki-laki menghinanya atas nama Allah.
Dia melontarkan kata-kata kasar dan menyatakan “Islam itu sial, agamamu sial” bersama dengan komentar eksplisit lainnya tentang Allah yang dianggap sangat menyinggung umat Islam. Dia menerbitkan unggahan kedua seperti itu pada November di tahun yang sama.
Undang-undang ujaran kebencian yang ketat di Prancis mengkriminalisasi penghasutan kebencian terhadap suatu kelompok berdasarkan agama atau ras mereka. Namun, undang-undang tersebut tidak mencegah orang mengkritik atau menghina keyakinan agama.
Di tengah meluasnya komentar masyarakat, Presiden Emmanuel Macron membelanya. “Hukumnya jelas. Kami berhak menghujat, mengkritik, dan membuat karikatur agama,” ujar dia.
Argumentasi tersebut mengingatkan pada perdebatan tentang karikatur Nabi Muhammad yang telah berulang kali dicetak oleh majalah satir Charlie Hebdo karena kebebasan berekspresi. Dalam kasus Mila, sebagian besar terdakwa tidak memiliki catatan kriminal sebelumnya dan berasal dari semua latar belakang. Beberapa mengatakan mereka tidak berpikir sebelum mengirim pesan yang mereka anggap sebagai penghinaan.