REPUBLIKA.CO.ID, PORT-AU-PRINCE -- Presiden Haiti, Jovenel Moise, dibunuh di rumahnya oleh sekelompok pria bersenjata yang juga melukai istrinya secara serius. Sekretaris komunikasi Haiti, Frantz Exantus, mengatakan, polisi telah menangkap pelaku diduga sebagai pembunuh.
Exantus tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang pembunuhan itu atau mengatakan berapa banyak tersangka yang telah ditangkap. Kepala polisi kemudian mengatakan petugas berkelahi dengan kelompok itu dan empat orang telah ditembak mati dan dua lainnya ditangkap.
Berbicara dengan radio lokal, perdana menteri interim Claude Joseph mengonfirmasi bahwa Moïse (53) dibunuh kelompok komando bersenjata yang didalamnya termasuk orang asing.
Para pembunuh Moise mengaku sebagai anggota Administrasi Penegakan Narkoba AS (DEA) saat memasuki kediamannya yang dijaga. "Ini serangan komando yang diatur dengan baik. Mereka menampilkan diri mereka sebagai agen DEA, memberi tahu orang-orang bahwa mereka datang sebagai bagian dari operasi DEA," kata Dubes Haiti untuk Washington Bocchit Edmond seperti dikutip dari The Guardian.
Dalam video yang beredar di media sosial, seorang pria dengan aksen Amerika terdengar berkata dalam bahasa Inggris melalui megafon: "Operasi DEA. Semua orang berdiri, operasi DEA. Semua orang mundur, mundur."
Warga mengaku mendengar suara tembakan dan melihat pria berpakaian hitam berlarian di sekitar lingkungan. "Bisa jadi tentara bayaran asing, karena rekaman video menunjukkan mereka berbicara dalam bahasa Spanyol," kata Edmond.
Edmond menyatakan, serangan itu dilakukan oleh para profesional dan pembunuh. "Namun, karena penyelidikan baru saja dibuka, kami lebih memilih untuk menunggu otoritas hukum untuk memiliki penilaian yang lebih baik tentang situasinya. Kami tidak tahu pasti, dengan kepastian yang nyata, siapa di balik ini," ujarnya.
Menurut Edmond, dia telah meminta Gedung Putih pada Rabu pagi untuk bantuan Amerika Serikat dalam mengidentifikasi dan menangkap para pembunuh.