Kamis 08 Jul 2021 11:57 WIB

Pandemi Picu Indonesia Turun Kelas Negara Menengah Bawah

Bank Dunia mencatat Indonesia masuk katagori negara berpendapatan menengah bawah.

Rep: Novita Intan/ Red: Dwi Murdaningsih
Warga berjalan di kawasan Dukuh Atas, Jakarta. Bank Dunia mencatat Indonesia masuk katagori negara berpendapatan menengah bawah.
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Warga berjalan di kawasan Dukuh Atas, Jakarta. Bank Dunia mencatat Indonesia masuk katagori negara berpendapatan menengah bawah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas telah memproyeksikan Indonesia kembali masuk kategori negara berpendapatan menengah bawah. Hal ini sejalan laporan Bank Dunia per 1 Juli 2021 mencatatkan Indonesia mengalami penurunan peringkat dibandingkan sebelumnya, Indonesia sudah menjadi negara berpendapatan menengah atas.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan proyeksi tersebut karena pertumbuhan ekonomi 2020 mengalami kontraksi atau minus 2,07 persen akibat pandemi Covid-19.

Baca Juga

“Dengan keadaan yang kita alami pada masa pandemi (pertumbuhan ekonomi) ini terkoreksi,” ujarnya saat konferensi pers Perkembangan Ekonomi Indonesia secara virtual seperti dikutip Kamis (8/7).

Dia menjelaskan, produk domestik bruto (PDB) per kapita dan Pendapatan Nasional Bruto atau Gross National Income (GNI) per kapita Indonesia mengalami penurunan pada 2020. 

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui utang pemerintah berpotensi melonjak akibat pandemi Covid-19. Hal ini mengingat penanganan pandemi Covid-19 membutuhkan dana yang besar, sedangkan kemampuan APBN sangat terbatas.

Tercatat per akhir Desember 2020, total utang pemerintah sebanyak Rp 6.074,56 triliun. Adapun posisi utang ini melonjak dibandingkan akhir 2019. Dalam satu tahun, utang Indonesia bertambah Rp 1.296,56 triliun dari akhir Desember 2019 yang tercatat Rp 4.778 triliun.

Kemudian realisasi pendapatan negara dan hibah pada tahun lalu sebesar Rp 1.647,78 triliun atau 96,93 persen dari anggaran. Penerimaan perpajakan sebagai sumber utama pendanaan APBN hanya 91,5 persen dari anggaran atau turun 16,88 persen dibandingkan 2019, sedangkan realisasi belanja negara tahun lalu sebesar Rp 2.595,48 triliun atau 94,75 persen dari anggaran.

Counter cyclical yang dilakukan pada tiga tahun ini pasti membawa konsekuensi yakni stok utang, pembayaran utang dan debt rasio. Tapi ini bukan berarti kita tidak melakukan active management dan berbagai langkah-langkah mengantisipasi,” ungkapnya.

Apalagi Sri Mulyani memproyeksi tekanan dari pandemi masih akan berlangsung hingga tahun depan, sehingga tak bisa dipungkiri kondisi ini akan berdampak pada penambahan stok utang.

“Kenaikan jumlah utang akan terus diwaspadai dan dikelola secara prudent termasuk juga dalam pembayaran bunga utang, pemerintah akan melakukannya dengan sangat hati-hati meskipun saat ini suku bunga cenderung rendah,” ucapnya.

Ke depan Sri Mulyani optimistis perekonomian akan pulih pada 2022, sehingga harapannya pada 2023 pemerintah bisa melakukan konsolidasi fiskal. 

“Dengan terjadinya pemulihan ekonomi pada tahun depan, maka harapannya penerimaan negara juga bisa meningkat, sehingga pemerintah secara bertahap bisa membuat APBN pulih dan sehat kembali,” ucapnya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement